MANADO, KOMPAS--Peningkatan ketidakpastian perekonomian global mesti diiringi penguatan daya tarik pasar keuangan domestik. Keputusan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,5 persen akan diikuti langkah lanjutan agar nilai tukar rupiah tetap stabil.
Nilai tukar rupiah berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Jumat (24/8/2018), sebesar Rp 14.655 per dollar AS. Posisi ini merupakan yang terlemah pada tahun ini. Adapun indeks harga saham gabungan ditutup melemah 0,238 persen ke posisi 5.968,75.
Kepala Divisi Asesmen Makro Ekonomi Bank Indonesia Fadjar Majardi menyampaikan, pelemahan nilai tukar rupiah dipicu sentimen hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC). Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat. Hal ini menambah tekanan eksternal bagi nilai tukar rupiah.
“Sinyal kenaikan suku bunga semakin pasti. Pelemahan nilai tukar terjadi hampir di seluruh negara berkembang yang dipicu perang dagang AS-China,” kata Fadjar dalam temu media di Manado, Sulawesi Utara.
Respons kebijakan BI diarahkan agar pasar keuangan domestik lebih menarik dibandingkan dengan negara-negara berkembang lain. Salah satunya dengan menaikkan suku bunga acuan lebih cepat pada 15 Agustus. Sejumlah bank sentral juga akan menaikkan bunga acuan pada semester II-2018.
Menurut Fadjar, suku bunga acuan BI sangat mungkin untuk naik lagi, tergantung pada kondisi global. Akan tetapi, kenaikannya belum tentu mengikuti ritme the Fed. Meskipun, salah satu indikator kenaikan bunga acuan adalah imbal hasil obligasi negara lain, terutama AS. Indikator lain adalah defisit transaksi berjalan.
Kepala ekonom Grup BCA David E Sumual menilai, pelemahan rupiah hendaknya tidak dipandang dari level fundamental, tetapi tren pelemahannya. “Kalau melemah tetapi lambat atau tidak drastis, berarti masih kondusif bagi pelaku bisnis,” ujar David.
Terkait pengaturan valuta asing (valas), mulai 3 September 2018, uang kertas asing yang dibawa masuk dan ke luar Indonesia maksimal setara Rp 1 miliar. Pantauan terhadap lalu lintas uang kertas asing dilakukan lebih intensif untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Direktur Pengelolaan Devisa BI Hariyadi Ramelan mengatakan, pelanggar akan dikenai denda 10 persen dari uang kertas asing yang dibawa atau paling banyak Rp 300 juta. (KRN)