JAKARTA, KOMPAS - Implementasi kebijakan pencampuran 20 persen biodiesel ke setiap satu liter solar atau B20 diawali dengan penandatangan kontrak pengadaan antara Badan Usaha Bahan Bakar Nabati dan Bahan Bakar Minyak. Penandatanganan itu tidak mengubah kontrak B20 yang telah disepakati sebelumnya.
Penandatanganan kontrak pengadaan B20 menurut rencana dilakukan pada Rabu (29/8/2019) siang ini. Alokasi volume B20 yang telah disepakati untuk periode September-Desember 2018 berjumlah 2,9 juta kiloliter.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution seusai rapat koordinasi B20 di kantornya, Selasa (28/8/2018) malam, mengatakan, harga B20 mengacu pada harga solar. Jika harga solar naik di atas estimasi, pemerintah akan memberikan subsidi melalui anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Pemerintah sudah membuat skema harga untuk beberapa tahun ke depan.
“Ada mekanisme untuk menentukan harga solarnya sehingga harga B20 berapa, ada referensinya,” kata Darmin.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Perpres yang ditandatangani pada 15 Agustus 2018 tersebut akan ditindaklanjuti dengan aturan turunan berupa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Perluasan pemakaian B20 berlaku mulai 1 September 2018 untuk sektor pelayanan publik (PSO) dan non-PSO.
Perpres dan Permen ESDM mewajibkan pencampuran minyak sawit dan solar dilakukan semua pengimpor. Pertamina sebagai produsen dalam negeri juga melakukan pencampuran sebelum menjual ke distributor. Aturan juga memuat ketentuan pemberian insentif untuk non-PSO.
Bertahap
Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor mengatakan, penyaluran B20 akan dilakukan bertahap hingga akhir tahun. Pada bulan September, B20 tambahan akan disalurkan ke enam depo dengan volume sekitar 500.000 kiloliter untuk PSO dan non-PSO.
“Tambahan B20 tidak memengaruhi pasokan lama. Jadi, sifatnya tambahan untuk PSO,” kata Tumanggor.
Menurut Tumanggor, kontrak pengadaan B20 yang telah disepakati sebelumnya tidak direvisi. Pemerintah dan badan usaha hanya akan mengamandemen kontrak yang sudah ada. Amandemen kontrak mencakup peningkatan volume B20 dan tambahan lokasi depo.
Sebelumnya, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Dono Boestami mengatakan, dana insentif untuk memproduksi B20 telah disiapkan. BPDPKS memberikan insentif atas penyaluran 2,3 juta kl biodiesel pada 2017 dan 1,1 juta kl biodiesel hingga semester I-2018.
“Insentif pada Sementer II-2018 rencananya mencapai 4,5 juta KL biodiesel. Besaran nominal bergantung harga sawit di pasaran,” kata Dono.
Penggunaan B20 menjadi kebijakan jangkar untuk memperlambat impor migas terutama solar. Menurut Darmin, B20 yang akan diterapkan mulai 1 September 2018 dapat mengurangi 4 juta kiloliter (kl) solar impor hingga akhir tahun 2018. Penghematan devisa dari implementasi B20 itu sekitar 2,3 miliar dollar AS.
Defisit neraca migas triwulan II-2018 sebesar 2,7 miliar dollar AS dari total defisit transaksi berjalan sebesar 8 miliar dollar AS. Persentase transaksi berjalan itu persis di batas aman defisit transaksi berjalan pemerintah, yakni 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).