JAKARTA, KOMPAS--Pemerintah berupaya membuka akses pendanaan bagi usaha rintisan bidang teknologi. Caranya, dengan memfasilitasi investor untuk masuk ke perusahaan rintisan bidang teknologi di Indonesia.
Pemerintah juga menyelenggarakan program The Next Indonesia Unicorn atau Nexticorn. Program ini mempertemukan puluhan perusahaan rintisan bidang teknologi yang telah masuk fase pertumbuhan dengan investor kelas kakap.
Usaha rintisan bidang teknologi memerlukan investasi yang lebih besar agar bisa menuju fase unicorn dengan cepat. Usaha rintisan disebut unicorn jika valuasinya minimal 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14,6 triliun.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, di sela-sela pengumuman Grab Ventures Velocity, Rabu (29/8/2018), di Jakarta, menyampaikan, akan bertemu beberapa investor dan pemodal ventura di Jepang dan Korea Selatan, pekan depan.
"Saya katakan kepada mereka (investor) bahwa potensi industri dan pasar teknologi di Indonesia cukup besar. Jadi, mereka bakal memperoleh nilai tambah lebih. Namun, saya selalu bilang, setiap investasi yang digelontorkan harus mampu menciptakan banyak lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal," tutur Rudiantara.
Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fadjar Hutomo menyebutkan, Bekraf memfasilitasi akses pendanaan kepada usaha rintisan di berbagai sektor industri.
Di industri kuliner, Bekraf menyelenggarakan kompetisi Food Start Up sejak 2016. Para pemenangnya bertemu dengan investor. Diperkirakan, dana yang disalurkan investor ke perusahaan rintisan bidang kuliner sebesar Rp 25 miliar.
Sementara, untuk usaha rintisan bidang teknologi, Fadjar menyebutkan, Bekraf bekerja sama dengan beberapa instansi untuk membuka akses pendanaan. Ia mencontohkan, Bekraf mendukung Bursa Efek Indonesia untuk menjalankan IDX Incubator.
IDX Incubator bertujuan membina perusahaan rintisan bidang teknologi agar dapat tumbuh lebih besar dan mencari dana dari investor. Setelah memperoleh dana, mereka akan meningkatkan valuasi perusahaannya sehingga bisa menawarkan saham kepada publik.
Fadjar berpendapat, pelaku industri kreatif, termasuk usaha rintisan bidang teknologi, sulit memperoleh pembiayaan dari bank. Sebab, mereka tidak memiliki aset yang bisa dijadikan jaminan kredit. Sebagian besar aset usaha rintisan bidang teknologi tidak berwujud, seperti hak kekayaan intelektual dan kredibilitas.
"Maka dari itu, kami menggandeng komunitas filantropi dan kumpulan investor. Dana mereka dibutuhkan perusahaan rintisan yang masih di fase awal pertumbuhan," ujarnya.
Komitmen
Perusahaan dengan platform teknologi dalam jaringan ke luar jaringan, Grab, mengumumkan komitmen investasi 250 juta dollar AS atau sekitar Rp 3,6 triliun di Indonesia. Komitmen Grab Ventures Velocity ini untuk menyelenggarakan program pelatihan dan pembiayaan bagi ekosistem perusahaan rintisan bidang teknologi.
Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyampaikan, Grab hanya akan menerima usaha rintisan yang sudah masuk fase pertumbuhan. Dari sisi bidang usaha, terbuka untuk semua sektor.
"Perusahaan rintisan teknologi yang kami maksud minimal berada di fase pendanaan seri A atau B," ujar Ridzki.
Grab didirikan enam tahun lalu sebagai perusahaan dengan model bisnis utama angkutan umum berbasis aplikasi. Dalam perjalanannya, Grab memiliki fitur-fitur layanan baru yang masih bisa angkutan umum berbasis aplikasi, seperti pesan-antar makanan dan pengiriman barang.
Menurut Ridzki, Grab ingin menjadi perusahaan teknologi yang menyediakan berbagai fitur layanan sesuai kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Grab mengklaim lebih dari 200 usaha rintisan tertarik menjadi peserta Grab Ventures Velocity. Pendaftaran program ini dibuka pada 10 September 2018. Selain pelatihan dan pembiayaan, Grab menawarkan fasilitas dukungan akses ke jejaring Grab, akses pasar, serta mentor. Pendampingan dilakukan mulai triwulan IV-2018.
Pada Februari 2017, Grab merealisasikan komitmen investasi 700 juta dollar AS atau setara Rp 10,2 triliun, antara lain untuk membuka pusat penelitian dan pengembangan. (MED)