JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah akan memberikan bantuan Rp 50 juta untuk masyarakat di Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang rumahnya termasuk kategori rusak berat. Namun demikian, masyarakat diminta untuk membangun kembali rumah yang tahan gempa.
“Bantuan Rp 50 juta itu berdasarkan survei Pak Presiden sendiri kepada beberapa korban gempa yang rumahnya rusak. Lalu diputuskan sebesar Rp 50 juta. Yang diwajibkan pemerintah adalah membangun rumah tahan gempa. Batu bata yang masih utuh dan sebagian kayu masih bisa digunakan kembali,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono di sela acara pelepasan calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kementerian PUPR ke Nusa Tenggara Barat, Jumat (31/8/2018) di Kompleks Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Presiden telah menerbitkan Instruksi Presiden Joko Widodo Nomor 5 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Gempa Bumi Lombok. Ditargetkan, masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa serta pembangunan dan perbaikan rumah sudah dimulai 1 September 2018. Diperkirakan terdapat 78.000 unit rumah yang masuk kategori rusak berat. Untuk perbaikan rumah, pemerintah memberikan bantuan sebesar Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, Rp 25 juta untuk rumah rusak sedang, dan Rp 10 juta untuk rumah rusak ringan.
Basuki mengatakan, perbaikan rumah yang rusak akan dilakukan oleh masyarakat secara gotong royong. Rumah yang dibangun harus mampu menahan guncangan gempa karena potensi gempa di masa mendatang tetap ada. Salah satu metode konstruksi rumah yang dapat diadopsi adalah Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha). Rumah Risha tersebut telah terbukti tahan guncangan gempa dan telah dibangun di Aceh, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur. Biaya per meter perseginya adalah antara Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta.
Untuk memenuhi standar rumah tahan gempa, masyarakat akan didampingi tenaga fasilitator, salah satunya oleh CPNS Kementerian PUPR. Total terdapat 400 CPNS Kementerian PUPR berkualifikasi teknik sipil yang telah diberangkatkan ke NTB. Mereka akan mendampingi masyarakat secara teknis dalam membangun rumahnya kembali.
“Berdasarkan Inpres No 5/2018, Kementerian PUPR ditugasi secara penuh untuk membangun dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi NTB. Kami diberi waktu 6 bulan untuk membangun rumah-rumah penduduk tersebut dan harus selesai,” kata Basuki.
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Danis H Sumadilaga menambahkan, untuk pembangunan prasarana dan sarana atau fasilitas umum sudah dilakukan oleh badan usaha milik negara. Pemerintah melakukan penunjukan langsung karena kondisi darurat, sementara Inpres no 5/2018 menyebutkan fasilitas publik yang penting itu harus segera berfungsi kembali paling lambat Desember 2018. Fasilitas umum tersebut seperti sekolah, pasar, gedung perkantoran, dan rumah ibadah.
Adapun untuk masa tanggap darurat yang berakhir 25 Agustus lalu, Kementerian PUPR fokus pada penyediaan sanitasi, air bersih, dan infrastruktur, seperti jalan. “Untuk tahapan sekarang disebut transisi darurat. Pekerjaannya 2 hal, yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi untuk fasilitas publik dan kedua membangun rumah masyarakat,” kata Danis. (NAD)