Pelemahan Rupiah Bakal Pengaruhi Industri Kecil dan Menengah
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Depresiasi rupiah akan berdampak pada industri kecil dan menengah. Hal itu karena sebanyak 30 persen bahan baku produksi industri kecil dan menengah masih dipenuhi dari impor.
Berdasarkan data Jakarta Interspot Dollar Rate, Selasa (4/9/2018), rupiah kembali melemah di level Rp 14.840. Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengatakan, bahan baku masih banyak yang diimpor.
Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, impor bahan baku dan penolong memiliki porsi lebih dari 70 persen terhadap total impor.
Per April 2018, impor bahan baku atau penolong mencapai 11,96 miliar dollar AS. Porsi terhadap total impor mencapai 74,32 persen. Nilai impor bahan baku dan penolong naik 10,73 persen secara bulanan dan 33 persen secara tahunan.
”Hingga saat ini belum ada dampak pelemahan rupiah sampai menyebabkan IKM kolaps,” ujar Gati di Jakarta.
Sementara untuk IKM yang berorientasi ekspor, depresiasi rupiah, lanjut Gati, tak begitu memberikan dampak. Pemerintah memiliki program Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE). Dengan program tersebut, impor bahan baku tidak dikenai bea masuk.
”Karena, kan, buat ekspor dia terima dollar juga,” katanya.
Untuk menekan impor, Gati memandang industri substitusi bahan baku penting dan mendesak untuk segera dibangun.
Hambatan ekspor
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian tengah berupaya membuat perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk memperluas pasar ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka Kementerian Perindustrian Muhdori mengatakan, salah satu sasaran ekspor industri TPT Indonesia saat ini adalah Amerika dan Eropa.
Namun, ekspor produk TPT asal Indonesia terhambat untuk masuk ke pasar AS. Hal itu karena Pemerintah AS mengenakan tarif bea masuk sebesar 5-20 persen untuk produk TPT Indonesia.
”Untuk itu, perlu adanya bilateral agreement tersebut,” ujarnya.
Pada 2018, Kementerian Perindustrian mematok ekspor industri TPT sebesar 13,5 miliar dollar AS dan menyerap tenaga kerja sebanyak 2,95 juta orang. Tahun 2019, ekspor TPT ditargetkan bisa mencapai 15 miliar dollar AS dan menyerap 3,11 juta tenaga kerja. Sektor TPT Indonesia, kata Muhdori, mampu memberikan share ekspor ke pasar dunia sebesar 1,6 persen.