JAKARTA, KOMPAS--Pemerintah menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor pasal 22 untuk 1.147 item komoditas hingga empat kali lipat. Pengendalian impor ini untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan yang turut menekan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Pengendalian impor dilakukan melalui instrumen fiskal sehingga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru diterbitkan. PMK yang ditandatangani pada Rabu (5/9/2018) itu mengatur kenaikan tarif untuk 1.147 item komoditas dengan mempertimbangkan kategori barang konsumsi, ketersediaan produksi dalam negeri, dan perkembangan industri nasional.
“PMK akan berlaku tujuh hari setelah ditandatangani,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani mengatakan, jika penerapan PPh impor terhadap 1.147 barang ini diasumsikan sama dengan bea masuk, akan terjadi penurunan impor sekitar 2 persen. Pada 2017, nilai impor 1.147 barang itu 6,6 miliar dollar AS, sedangkan Januari-Agustus 2018 sudah 5 miliar dollar AS.
Pembayaran PPh impor Pasal 22 merupakan pembayaran pajak penghasilan di muka yang dapat dikreditkan dan bisa terutang di akhir tahun pajak. Untuk itu, kenaikan PPh Impor tak akan memberatkan industri manufaktur. Ongkos produksi bisa berkurang karena industri diarahkan memakai bahan baku dalam negeri. Dampak jangka panjangnya bisa menciptakan kemandirian industri.
Sri Mulyani mengatakan, implementasi peningkatan PPh impor akan dieksekusi Dirjen Bea dan Cukai. Peta jalan penerapannya, termasuk masa transisi industri, sudah disiapkan bersama Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan. Peningkatan PPh impor diharapkan bisa memperbaiki sentimen negatif dari defisit transaksi berjalan yang semakin dalam.
Defisit transaksi berjalan pada triwulan I-2018 sebesar 5,717 miliar dollar AS atau 2,21 persen produk domestik bruto (PDB). Defisit semakin dalam pada triwulan II-2018, yakni 8,028 miliar dollar AS atau 3,04 persen PDB.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, peningkatan PPh impor tidak akan melanggar ketentuan organisasi perdagangan internasional (WTO). Sebab, instrumen fiskal yang diterapkan berupa pembayaran di muka dan dikreditkan. Selain melalui instrumen fiskal, pengendalian impor juga bisa lewat aturan tata niaga.
Orientasi ekspor
Investasi yang berorientasi ekspor dapat mengatasi persoalan struktural ekonomi Indonesia, yakni defisit transaksi berjalan. Investor diundang untuk menambah investasi sekaligus meningkatkan ekspor.
"PT Toyota Motor ini dua-duanya, ada investasi dan ada ekspornya," kata Presiden Joko Widodo dalam seremoni pencapaian ekspor satu juta lebih unit kendaraan bermerek Toyota di Indonesia Kendaraan Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Rabu.
Presiden mengatakan, sudah mendapat laporan dari Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono bahwa investasi yang ditanamkan 2,5 tahun ini lebih dari Rp 22 triliun. TMMIN menargetkan ekspor kendaraan utuh tahun ini 217.000 unit. Kandungan lokalnya sekitar 75-94 persen.
"Kita harapkan industri lokal juga dapat naik karena hal itu," kata Presiden.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, sejak 1987 hingga saat ini, ekspor mobil utuh 1,4 juta unit. Merujuk data TMMIN, sebanyak 199.000 kendaraan utuh bermerek Toyota diekspor pada 2017.
Kendaraan bermerek Toyota yang diproduksi di Indonesia sudah diekspor ke-80 lebih negara di Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibia, dan Timur Tengah.
Warih Andang Tjahjono mengatakan, pada 2015, TMMIN berkomitmen untuk berinvestasi Rp 20 triliun pada 2015-2019. "Investasi paling besar untuk pembangunan pabrik Karawang Plant III," kata Warih.
TMMIN memiliki lima pabrik, yakni tiga pabrik di Karawang, Jawa Barat dan dua pabrik di Sunter, Jakarta.
Pelemahan rupiah terhadap dollar AS menjadi peluang untuk meningkatkan ekspor tekstil dan produk tekstil nasional.
Enggartiasto Lukita dalam Dialog Tekstil Nasional yang digelar Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) di Solo, Jawa Tengah, Rabu, menyampaikan, potensi pasar ekspor tekstil dan produk tekstil sangat besar. Apalagi, produk ini merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia.
Tekstil dan produk tekstil juga diharapkan mengisi pasar di dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah menyatakan, siap membantu industri.
CEO PT Sri Rejeki Isman yang juga Wakil Ketua Umum API Iwan Setiawan Lukminto mengatakan, industri tekstil dan produk tekstil bukan industri yang mulai tenggelam, namun memiliki prospek dan peluang berkembang makin pesat di pasar domestik dan global.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan Birhasani mengatakan, rupiah yang melemah terhadap dollar AS dimanfaatkan pelaku usaha tambang untuk meningkatkan produksi dan ekspor.
(KRN/RWN/CAS/LAS/JUM)