BANJARMASIN, KOMPAS — Pelaku usaha pertambangan dan eksportir produk tambang di Kalimantan Selatan mengambil kesempatan saat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah. Mereka meningkatkan produksi dan ekspor produk tambang.
Dari sisi volume ataupun nilai, ekspor produk tambang Kalimantan Selatan pada periode Januari-Juni 2018 meningkat jika dibandingkan dengan periode Januari-Juni 2017.
Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Kalsel Birhasani mengatakan, volume ekspor produk tambang Kalsel sampai dengan Juni tahun ini meningkat 12,68 persen, dari 63 juta ton (2017) menjadi 71 juta ton (2018). Nilai ekspornya juga meningkat 27,44 persen, dari 2,94 miliar dollar AS menjadi 3,75 miliar dollar AS.
”Tingginya nilai tukar dollar AS menguntungkan pelaku usaha pertambangan. Mereka pun mengambil kesempatan ini. Produksi ditingkatkan sehingga ekspor produk tambang juga meningkat,” kata Birhasani di Banjarmasin, Rabu (5/9/2018).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kalsel, nilai ekspor melalui pelabuhan di Kalsel pada Juli 2018 896,44 juta dollar AS atau naik 28,42 persen dibandingkan ekspor Juni 2018. Nilai tersebut juga naik 39,48 persen dibandingkan dengan nilai ekspor Juli 2017.
Kelompok barang utama penyumbang ekspor terbesar adalah bahan bakar mineral atau produk tambang dengan kontribusi 82,04 persen. Negara tujuan utama ekspor Kalsel adalah Tiongkok, Jepang, dan India.
Namun, produk tambang yang meningkat dari sisi volume ataupun nilai ekspor pada periode Januari-Juni 2018 hanya batubara. Produk tambang lainnya, seperti bijih besi, justru turun 74,29 persen dari sisi volume dan turun 48,58 persen dari sisi nilai ekspor. Produk pasir sirkon juga turun 46,48 persen dari sisi volume, tetapi naik 218,31 persen dari sisi nilai ekspor.
Menurut Birhasani, sekarang ini adalah kesempatan baik untuk ekspor. Namun, komoditas ekspor Kalsel juga terbatas, yakni hanya mengandalkan produk tambang, terutama batubara. ”Kami terus mendorong adanya ekspor barang jadi atau setengah jadi, misalnya dari produk rotan dan kayu,” ujarnya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat, Arief Budiman, mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sebenarnya adalah momentum untuk mendongkrak ekspor, terutama ekspor barang jadi. Namun, Kalsel tidak siap mengambil momentum itu karena masih terlalu mengandalkan batubara.
”Sayang sekali hampir tidak ada produk yang bisa diandalkan (untuk ekspor) selain batubara. Ini akhirnya membuat momentum itu lebih banyak merugikan daripada menguntungkan. Kalsel harus menyiapkan industri hilir andalan,” kata Arief.