JAKARTA, KOMPAS--Meskipun Lebaran menjadi momentum untuk mendorong konsumsi, namun indeks keyakinan masyarakat dalam berbelanja pada triwulan II-2018 tidak berubah. Konsumen masih menunggu kepastian keadaan ekonomi nasional dalam membelanjakan uang mereka.
Hal itu tercermin dalam indeks keyakinan konsumen dalam berbelanja triwulan II-2018 yang diperoleh dari survei Nielsen, sebesar 127. Angka ini tidak berubah dari triwulan I-2018.
Survei ini dikerjakan Nielsen bekerja sama dengan The Conference Board Global Consumer Confidence Survey. Survei melibatkan 32.000 konsumen di 64 negara, termasuk Indonesia.
Meski demikian, survei Nielsen menyebutkan, keyakinan belanja di Indonesia paling tinggi dibandingkan negara-negara lainnya. Rata-rata indeks keyakinan belanja di Asia Pasifik 112.
Tiga persepsi memengaruhi indeks keyakinan konsumen, yakni prospek lapangan kerja, kondisi keuangan pribadi, dan keinginan berbelanja.
Indeks keinginan berbelanja meningkat tipis dari 62 pada triwulan I-2018 menjadi 63 pada triwulan II-2018. Persepsi terhadap prospek lapangan kerja stagnan pada 71. Bahkan, persepsi terhadap kondisi keuangan pribadi turun, yakni 85 pada triwulan I-2018 menjadi 82 pada triwulan II-2018.
Sebaliknya, tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap terjadinya resesi ekonomi justru meningkat dari 55 ke 56. Tingkat perhatian terhadap isu ekonomi turut meningkat, dari 30 persen ke 32 persen.
"Pada triwulan II-2018, masyarakat cederung menabung daripada berbelanja," kata Managing Director Nielsen Indonesia Agus Nurudin dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Agus mengatakan, ketidakpastian kondisi ekonomi makro nasional membuat konsumen menahan belanja. Konsumen yang memilih untuk menabung meningkat, dari 65 persen pada triwulan I-2018 menjadi 66 persen pada triwulan II-2018.
Adapun untuk triwulan III-2018, Agus memprediksi indeks keyakinan belanja konsumen di atas 100 poin. Angka itu masih menunjukkan keyakinan belanja yang tinggi.
Tak terhindarkan
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan, kenaikan harga di tingkat konsumen tidak terhindarkan.
"Efek pelemahan rupiah terhadap harga akan dirasakan dalam bulan-bulan ke depan. Namun, saat ini kami masih memproduksi barang konsumsi yang harga barang modalnya belum melonjak," ujarnya.
Shinta mengatakan, pengusaha menyusun ulang asumsi dan model bisnis. Langkah itu dilakukan seiring pelemahan rupiah terhadap dollar AS. (JUD)