JAKARTA, KOMPAS – Otoritas Jasa Keuangan telah siapkan langkah intervensi untuk mengembalikan stabilitas pasar modal bila indeks harga saham gabungan kembali terkoreksi secara dalam. Pendekatan kepada investor juga menjadi salah satu cara untuk mengurangi kepanikan pasar.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hoesen, mengatkaan, pihaknya bersama regulator pasar modal telah menyiapkan sejumlah langkah yang akan dilakukan bila level indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali terkoreksi lebih dari 5 persen.
“Intervensi akan diterbitkan jika gejolak pasar modal semakin parah. Tapi saat ini kami melihat gejolak masih normal. Volatilitas yang terjadi masih disebabkan oleh dinamika pasar,” ujarnya di Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Sebagai contoh, otoritas pasar modal sempat mengeluarkan sejumlah protokol untuk mengintervensi anjloknya pasar modal akibat gejolak ekonomi di tahun 2008.
Wujud intervensi dilakukan dengan memberlakukan batas kenaikan dan penurunan saham secara simetris, hingga opsi pembelian kembali saham tanpa perlu persetujuan rapat umum pemegang saham luar biasa (RPUSLB).
IHSG mulai kembali stabil dengan penguatan 0,23 persen atau 14 poin ke level 5.791 pada pembukaan perdagangan pukul 09.15. Namun, pada penutupan perdagangan dua hari lalu IHSG anjlok 3,75 persen ke posisi 5.683,50. Penurunan ini merupakan yang terdalam sejak November 2016, yang saat itu anjlok 4,01 persen.
“Protokolnya yang disiapkan punya varian yang bermacam-macam sesuai kondisi terkini dari pasar modal. Penyebab gejolak pasar modal tahun 2008 dan 1998 juga berbebeda. Tetapi hingga saat ini kami rasa protokol itu belum perlu diberlakukan,” kata Hoesen.
Pada Oktober 2008 lalu, bursa memberlakukan penghentian perdagangan secara otomatis kepada saham dengan pergerakan harga menyentuh 10 persen ke atas atau 10 persen ke bawah. IHSG kala itu sempat anjlok 10,3 persen akibat sentimen krisis finansial yang terjadi di AS dan Eropa. (Kompas, 7/10/2008).
Hoesen menilai terpuruknya IHSG pada perdagangan kemarin disebabkan oleh pelaku pasar yang tidak rasional. Pelemahan rupiah hingga level Rp 14.900 per dollar AS menjadi sentimen buruk yang ditanggapi sangat berlebihan oleh para investor terutama investor domestik.
Pihaknya memastikan gejolak pasar modal saat ini merupakan dinamika pasar semata. Pelaku pasar harus lebih memahami tujuan investasi yang dilakukannya selama ini. Hoesen memastikan pasar modal tetap akan memberikan imbal hasil positif mengingat kinerja mayoritas emiten juga positif.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan BEI, Laksono Widodo mengatakan, fundamental pasar modal masih positif, terlihat dari kinerja emiten yang tumbuh positif. Posisi IHSG yang sempat hampir menyentuh level 6.000, dinilai Laksono merupakan salah satu indikator positif bagi perekonomian nasional.
”Kalau kami lihat, laporan keuangan perusahaan publik periode Juni semua menunjukkan perbaikan dan itu juga menunjukkan fundamental ekonomi Indonesia yang bagus," ujarnya.
Kelonggaran IPO
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengatakan pihaknya mendorong perusahaan-perusahan rintisan untuk mencari sumber pendanaan di pasar modal. BEI berencana merilis papan akselerasi, khusus mengakomodasi perusahaan rintisan.
Rencana aturan terkait dengan papan akselerasi ini mewajibkan perusahaan rintisan harus bisa mulai mencatatkan laba dalam waktu 10 tahun setelah IPO. Draf aturan ini kemudian diubah dengan mewajibkan perusahaan startup untuk bisa mencatatkan laba dalam waktu 6 tahun.
“Saat ini aturan papan akselerasi telah sampai di tahap revisi oleh OJK. Diskusi dengan para pelaku dilakukan agar aturan bisa lebih tepat sasaran,” kata Nyoman.
Selain itu, perusahaan rintisan juga diberi kelonggaran lantaran tak perlu menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang umum sehingga perusahaan memiliki kesempatan yang lebih linear.