JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pengendalian impor diyakini dapat memperbaiki defisit transaksi berjalan yang menjadi sentimen negatif dalam pelemahan rupiah. Pengendalian impor mesti diawasi dan dipantau secara berkala agar implementasinya tepat sasaran.
Berdasarkan data Bank Indonesia yang dikutip Kompas, Kamis (6/9/2018), defisit transaksi berjalan semakin dalam, dari 2,21 persen produk domestik bruto (PDB) pada triwulan I-2018 menjadi 3,04 persen PDB pada triwulan II-2018. Transaksi modal dan finansial tidak dapat menutup defisit transaksi berjalan sehingga neraca pembayaran defisit 4,3 miliar dollar AS.
”Arus modal masih gonjang-ganjing. Maka, pemerintah harus menangani defisit transaksi berjalan karena pos dari transaksi modal sulit pulih di situasi global yang dinamis,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sri Mulyani mengatakan, strategi pengendalian impor bisa berubah sesuai dinamika ekonomi global. Pemerintah akan membentuk tim kerja khusus pengendalian dan pengawasan impor yang beranggotakan Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan.
Sejauh ini, studi penghematan devisa dari kebijakan pengendalian impor masih dihitung. Namun, pemerintah mengklaim, mandatori B20 atau pencampuran 20 persen biodiesel ke dalam setiap liter solar bisa menghemat devisa 3,2 miliar dollar AS hingga akhir 2018. Adapun penerapan Pajak Penghasilan (PPh) 22 impor untuk 1.147 barang bisa menurunkan 2 persen impor secara tahunan.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menambahkan, peraturan PPh impor diberlakukan setelah peraturan menteri keuangan (PMK) diundangkan. Daftar 1.147 barang akan dimasukkan ke sistem digital sehingga langsung beroperasi secara otomatis. Barang yang dikirim sebelum tenggat PMK terbit akan dikenai tarif lama.
”Implementasi kebijakan akan ditinjau terus-menerus dengan melibatkan kementerian, lembaga, dan asosiasi,” ujarnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan, impor mobil mewah 3.000 cc dan 5.000 cc dikurangi melalui peningkatan tarif pajak dan bea masuk. PPh impor naik dari 7,5 persen menjadi 10 persen dan bea masuk semua mobil mewah menjadi 50 persen. Adapun Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) berkisar 10-125 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen.
Inflasi
Kementerian Perdagangan meyakini, kenaikan pajak penghasilan impor untuk 1.147 komoditas tidak akan menyebabkan inflasi impor melonjak. Kebijakan itu mengurangi impor sehingga neraca perdagangan nonmigas terkendali.
”Pelaku usaha pasti menghitung secara bijak keuntungan mereka dan tidak akan menaikkan harga jual di dalam negeri terlalu tinggi,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
Enggartiasto memastikan, penerapan PPh impor itu tidak mengganggu kebutuhan barang modal dan bahan baku atau penolong industri di dalam negeri. Sebab, barang-barang itu termasuk kategori konsumsi dan ada substitusinya di dalam negeri.
Untuk komoditas lain, Kemendag tetap mengatur jadwal realisasi impor agar neraca perdagangan nonmigas tidak defisit. Di sisi lain, devisa hasil ekspor akan dipantau. ”Penerapan kedua kebijakan itu akan mulai sedikit terlihat di neraca perdagangan nonmigas pada Oktober 2018,” katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor Januari-Juli sebesar 107,324 miliar dollar AS.
Kepala Ekonom PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Fithra Faisal Hastiadi berpendapat, kenaikan PPh impor barang konsumsi tidak akan terlalu efektif. Sebab, impor barang konsumsi relatif kecil, rata-rata 10 persen dari total impor. ”Kenaikan PPh impor itu juga akan menyebabkan inflasi dan memungkinkan negara lain melakukan retaliasi,” ujarnya.
Menurut Fithra, kebijakan itu berpotensi mengurangi keluaran perekonomian domestik sebesar 0,18 persen atau Rp 47,23 triliun dan menurunkan pendapatan rumah tangga sebesar 0,26 persen atau Rp 5,36 triliun.
Pemerintah, lanjutnya, perlu mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk menyelamatkan neraca pembayaran Indonesia. Pengurangan subsidi BBM 10 persen menurunkan keluaran perekonomian 0,042 persen atau Rp 11 triliun dan mengurangi pendapatan masyarakat 0,05 persen atau Rp 1 triliun.
Dalam neraca pembayaran Indonesia, neraca minyak defisit 4,363 miliar dollar AS pada triwulan II-2018. (CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO/M CLARA WRESTI/WISNU WARDHANA DHANY)