Pengelolaan Potensi Lokal Cegah Pemuda Tinggalkan Desa
Oleh
Megandika Wicaksono
·2 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Pemuda dan warga Desa Paningkaban, Kecamatan Gumelar, Banyumas, didorong kreatif mengembangkan potensi desa sekaligus hidup selaras menjaga hutan. Limbah kayu pinus diolah kembali menjadi aneka barang kerajinan dan dipasarkan dalam jaringan. Pengelolaan potensi lokal dapat mencegah para pemuda mencari kerja keluar desa.
”Biasanya limbah kayu ini dijadikan kayu bakar dan menyebabkan polusi. Kini kayu limbah ini diolah menjadi barang bernilai lebih, seperti jam dinding dan gantungan kunci,” kata Koordinator Kayon Creative Dede Susanto, Minggu (9/9/2018), di sela-sela kegiatan Peluncuran Produk Hasil Kerajinan Asli Desa Paningkaban.
Dede mengatakan, aneka kerajinan limbah kayu itu dijual dalam jaringan melalui media sosial dengan harga Rp 5.000, Rp 30.000, dan Rp 200.000. Anak-anak muda di desa itu mulai merintis usaha tersebut sejak 3 bulan terakhir melalui pendampingan program Transformasi Sosial Ekonomi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
”Kami diajak memetakan potensi desa. Awalnya, ada rencana pembuatan pupuk, kerajinan bambu, dan olahan limbah kayu. Olahan limbah kayu dipilih karena pasarnya lebih baik serta luas,” katanya.
Selain usaha olahan limbah kayu, anak-anak muda juga berkreasi membuat hijab serta kerajinan dari tali kur berupa dompet dan tas. Kerajinan itu dijual melalui akun Instagram dengan harga Rp 7.000-Rp 250.000 per unit.
Kepala Desa Paningkaban Sukarmo menyebutkan, ada kecenderungan para pemuda dan sarjana di desa itu pergi ke kota mencari kerja. Oleh karena itu, saat ini diperlukan beragam peluang kerja di desa agar para pemuda berkarya di tempat kelahirannya. ”Tujuannya agar para sarjana kami tidak keluar Paningkaban. Kalau keluar, desa ini tidak akan maju,” ujarnya.
Sukarmo menyampaikan, desa itu memiliki warga sebanyak 5.653 jiwa. Sebagian besar bekerja sebagai petambang emas dan berpotensi mencemari lingkungan dan merusak alam. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi habisnya emas yang ditambang, perlu lapangan kerja yang selaras dengan alam.
”Hutan milik Perhutani seluas 12 hektar ini akan dijadikan wisata buatan kampung ilmu,” katanya.
Koordinator Program Transformasi Sosial Ekonomi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dani Armanto menyampaikan, warga didampingi agar berkembang dan maju secara sosial sekaligus dapat membangun ekonomi. Meski berada di dalam kawasan hutan, warga belum sepenuhnya optimal memanfaatkan hasilnya. Hingga kini, baru ada sekitar 300 petani hutan. Adapun sebagian besar yang lain mencari kerja di luar desa.
”Masih banyak warga yang pergi ke kota menjadi buruh atau pembantu rumah tangga,” kata Dani. Ke depan, warga diharapkan dapat mengoptimalkan industri kehutanan, misalnya dengan membudidayakan kayu albasia, jabon, jati, tanaman lada, kemukus, serta kapulaga.