JAKARTA, KOMPAS — Para ekonom menilai pemerintah telah kehilangan momentum yang tepat untuk mengurangi defisit transaksi berjalan (current account deficit). Ketika harga minyak dunia semakin tinggi sehingga nilai impor lebih tinggi daripada ekspor, pemerintah seharusnya ikut menaikkan harga bahan bakar minyak.
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Maxensius Tri Sambodo, ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (11/9/2018), mengatakan, harga minyak dunia telah naik rata-rata menjadi 70 dollar AS per barel. ”Idealnya, harga di pasar domestik harus terkoreksi beberapa bulan lalu,” ujarnya.
Kenaikan harga bahan bakar minyak tersebut disebutnya sebagai salah satu cara membantu menahan depresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini. Namun, pemerintah masih enggan menaikkan harga di pasar domestik.
Ketua Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri menyetujui kenaikan harga BBM merupakan isu yang sensitif. Apalagi, saat ini adalah jelang kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
”Kenaikan harga BBM sebenarnya akan banyak menolong CAD Indonesia,” katanya. Ia melanjutkan, akar permasalahan CAD adalah impor minyak yang terus meningkat karena konsumsi terus membesar sedangkan harga tidak naik.
Adapun transaksi berjalan defisit 8 miliar dollar AS pada triwulan II-2018. Adapun neraca perdagangan Januari-Juli 2018 defisit 3,09 miliar dollar AS.