MALANG, KOMPAS — Juri berpendapat, jenis usaha yang dimiliki finalis Wirausaha Muda Mandiri 2018 bagus dan kreatif. Namun, ke depan, perlu dipikirkan agar ide dan usaha yang mereka ciptakan tidak saja mendulang sukses secara mandiri, tetapi sebagian juga masuk ke dunia industri, terutama yang berkaitan dengan teknologi.
Salah satu juri yang juga anggota Komisi XI DPR, Andreas Eddy Susetyo, mengatakan, hasil penelitian dan usaha yang dirintis para finalis banyak yang bagus. Sayangnya, finalis masih menghadapi kendala berupa terputusnya penghubung (link) dengan dunia industri.
Andreas melihat, selama ini inkubator bisnis lebih banyak ada di dalam perguruan tinggi. Namun, efek komersialisasi yang dilakukan pihak perguruan tinggi terhadap usaha mahasiswa terkadang masih lambat akibat pendekatan egosektoral di dalam kampus dan masalah lain.
”Ini ada inovasi yang potensinya sangat bagus untuk bisnis, tetapi tidak terinfo (ke perusahaan). Mereka (mahasiswa) jalan sendiri-sendiri. Mestinya kalau sudah ada yang seperti ini langsung tersambung, siapa yang menjadi pemasarnya. Misalnya, BUMN (badan usaha milik negara) langsung mengandangkan mereka dan menjadi semacam angel capital,” tuturnya.
Rabu (12/9/2018) siang, Andreas menjadi salah satu dari 35 juri yang menilai hasil usaha finalis Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2018. Total ada 67 finalis WMM 2018, terdiri dari mahasiswa dan nonmahasiswa. Mereka merupakan hasil seleksi dari 34 perguruan tinggi dan 10 inkubator wirausaha.
WMM 2018 mengelompokkan jenis usaha dalam tujuh kategori, yakni industri perdagangan dan jasa, boga, kreatif, sosial, teknologi nondigital, teknologi digital, serta digital finansial.
Lebih jauh, Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Kewirausahaan Nasional ini berpendapat, dirinya tengah berpikir agar ada semacam lembaga yang bisa menangani dan membantu wirausaha muda yang tengah merintis bisnis. Selain itu, juga perlu pemusatan riset nasional yang berfungsi menampung hasil riset dari wirausaha muda.
Andreas pun berharap WMM menjadi katalisator guna mempercepat temuan atau usaha finalis sehingga bisa segera menghasilkan dari sisi komersial.
”WMM mengembangkan spirit wirausaha ini sudah bagus. Namun, yang berikutnya, bagaimana jadi value untuk kemudian bisa masuk kepada industri,” katanya.
Sementara itu, salah satu finalis, Rafliansyah Ruslan, mengaku sempat tegang pada awal penjurian. Namun, karena sebelumnya ia telah melalui beberapa tahapan, mulai dari seleksi kampus, regional, hingga babak final, sebagian besar kekhawatiran itu telah hilang.
”Jurinya juga terasa seperti milenial sehingga bagi kami terasa seperti kawan meski mereka ada yang profesor dan ahli,” ujar mahasiswa Universitas Telkom Bandung yang memiliki nama usaha Scola-Sistem Manajemen Pembelajaran (kategori teknologi digital).
Menurut Rafliansyah, evaluasi dari juri memiliki arti positif untuk pengembangan usaha finalis.