JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan energi baru dan terbarukan diprioritaskan melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha. Dalam jangka panjang, diversifikasi energi penting untuk menekan penggunaan bahan bakar fosil serta mengurangi impor minyak bumi dan gas.
Sejauh ini tiga dari 19 kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) fokus pada sektor energi, yaitu kelistrikan, energi baru dan terbarukan, serta konservasi energi. Pemerintah akan meningkatkan komposisi bauran energi dari 7 persen (2015), 23 persen (2025), dan menjadi 31 persen (2050). Selama ini, penggunaan energi didominasi bahan bakar fosil.
Berdasarkan neraca pembayaran Indonesia yang dikutip Kompas, Kamis (13/9/2018), pada triwulan II-2018, neraca minyak defisit 4,4 miliar dollar AS. Hal ini menyumbang defisit transaksi berjalan yang sebesar 8 miliar dollar AS. Sejauh ini, upaya mengurangi impor minyak baru terimplementasi melalui kebijakan biodiesel 20 persen atau B20.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah sudah memetakan proyek dan potensi energi baru dan terbarukan di semua daerah. Potensi energi yang bisa diproduksi sekitar 441,7 gigawatt (GW) bersumber dari air, tenaga surya, angin, bioenergi, geotermal, dan samudra.
”Strategi pengembangan energi tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019,” kata Bambang dalam 2nd World Parliamentary Forum on Sustainable Development: ”Partnership Towards Sustainable Energies for All”.
Setidaknya ada tiga strategi andalan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan ini. Pertama menerapkan kebijakan insentif dan harga untuk mendorong investasi di bidang energi baru dan terbarukan. Kedua meningkatkan penggunaan energi baru dan terbarukan untuk pembangkit listrik. Ketiga meningkatkan penggunaan biofuel untuk transportasi melalui fuel-blending biodiesel dan bioetanol.
Pemerintah juga menyusun Kebijakan Energi Nasional untuk meningkatkan komposisi bauran energi. Implementasi kebijakan akan dibarengi pengurangan subsidi bahan bakar minyak. Nantinya, alokasi anggaran subsidi dialihkan untuk mendanai pengembangan energi baru dan terbarukan oleh masyarakat.
Potensi pemanfaatan energi akan dimaksimalkan sesuai Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027. Pada 2025, pembangkit listrik tenaga surya dan angin berkapasitas 45 GW akan dibangun di sejumlah daerah. Pembangunan dilanjutkan secara bertahap dengan estimasi produksi energi sebesar 169 GW pada 2050.
Bambang menambahkan, pengembangan energi baru dan terbarukan ini mencerminkan dukungan Indonesia terhadap ekonomi hijau. Pengembangan ekonomi hijau juga membantu terciptanya lapangan kerja. Menurut data International Renewable Energy Agency, 223.000 tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor energi baru dan terbarukan pada 2014.
”Jumlah tenaga kerja diproyeksikan hingga 323.000 orang tahun 2025,” kata Bambang.