Transaksi modal dan finansial yang surplus menutup defisit transaksi berjalan. Untuk itu, dana asing perlu ditarik masuk lagi ke pasar keuangan. Selain portofolio, penanaman modal asing juga menjadi penopang.
JAKARTA, KOMPAS Di tengah tekanan global yang masih tinggi, pemerintah tetap harus memperbaiki transaksi modal dan finansial yang saat ini sedang merosot. Oleh karena itu, diperlukan diversifikasi instrumen investasi untuk menarik kembali modal asing.
Berdasarkan Neraca Pembayaran Indonesia, transaksi modal dan finansial triwulan I-2018 sebesar 2,39 miliar dollar AS, sedangkan pada triwulan II-2018 sebesar 4 miliar dollar AS.
Pada 2017, transaksi modal dan finansial 29,18 miliar dollar AS. Transaksi modal dan finansial terdiri dari investasi langsung, portofolio, dan investasi lain.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual kepada Kompas, Rabu (12/9/2018), mengatakan, gejolak ekonomi global membuat aliran modal asing keluar dari negara-negara berkembang. Pemerintah dapat memperluas diversifikasi instrumen untuk menarik kembali modal asing.
Diversifikasi investasi, lanjut David, bisa dibuat sesuai kebutuhan investor yang bersifat jangka panjang, seperti asuransi dan dana pensiun. Apalagi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun cukup menarik, sekitar 8 persen. Target investor yang dibidik adalah pemerintah, bank sentral, dan perusahaan dana investasi pemerintah.
”Dari 37 persen SBN milik investor asing, hanya sekitar 7 persen yang dimiliki pemerintah dan bank sentral. Porsi mereka harus diperbesar karena lebih resisten ketimbang pengelola investasi,” kata David.
Saat ini, bank sentral sejumlah negara mencari instrumen selain obligasi AS atau US Treasury Bond untuk memitigasi risiko atas berbagai kebijakan AS. Bank sentral asing mulai menyasar instrumen investasi di negara lain, seperti Rusia, India, dan Timur Tengah. Investasi akan ditarik paling singkat dalam 2-3 tahun.
Pengajar ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan, perbaikan transaksi modal dan finansial harus konsisten bertahap dan berorientasi jangka panjang. Sebab, kepercayaan investor sulit dipulihkan dalam jangka pendek. Mereka cenderung menunggu dan melihat perbaikan ekonomi, terutama di negara-negara berkembang, seperti Indonesia.
Di tengah ketidakpastian global, penanaman modal asing bisa menjadi penopang utama surplus transaksi modal dan finansial. Namun, sejumlah hambatan investasi masih membayangi, seperti masalah kontrak kerja, tumpang tindih aturan, dan jaminan keamanan. Investor tetap selektif kendati Indonesia mendapat peringkat layak investasi.
Lebih baik
Dalam diskusi bertema ”Apa Benar Indonesia Berada di Ambang Krisis Moneter”, Rabu, di Jakarta, ekonom dari Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Faishal Rahman, mengatakan, situasi ekonomi yang menekan Indonesia saat ini lebih banyak dipengaruhi faktor eksternal.
Adapun krisis ekonomi 1998, lanjutnya, dipicu penggunaan utang jangka pendek untuk pembiayaan usaha jangka panjang. Penggunaan utang luar negeri untuk membiayai usaha domestik turut memperparah kondisi ekonomi dalam negeri.
Sementara itu, Chief Investment Officer IndoSterling Capital Fitzgerald Stevan Purba mengatakan, kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini memang dipengaruhi faktor global sehingga penyematan kata krisis bagi Indonesia tidak tepat.
”Krisis lebih pantas disematkan kepada negara Argentina, Turki, dan Venezuela,” katanya.