YLKI Terima Lebih dari 100 Pengaduan Layanan Tidak Bertanggung Jawab
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mengaku telah menerima lebih dari 100 pengaduan konsumen terkait layanan tidak bertanggung jawab dari perusahaan teknologi finansial bidang peminjaman. Pengaduan mencakup aneka bentuk, mulai dari teror, denda harian, penyedotan data pribadi berlebihan, hingga permintaan bunga atau komisi tinggi.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, dalam keterangan pers, Kamis (13/9/2018), di Jakarta.
Dia mencontohkan bentuk permintaan bunga atau komisi tinggi yaitu konsumen diminta membayar denda harian sebesar Rp 50.000 per hari dan bunga atau komisi sebesar 62 persen dari utang pokoknya.
"Kami sudah kesekian kalinya menyerukan kepada konsumen agar tidak melakukan utang piutang dengan perusahaan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi yang tidak terdaftar dan berijin di OJK. Jika mereka nekat dan akhirnya menjadi korban, maka tidak ada pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban," ujar Tulus.
Selain melaporkan ke OJK, YLKI mengimbau konsumen yang menjadi korban pelayanan tidak bertanggung jawab dari perusahaan pinjam-meminjam uang ilegal agar segera melaporkan secara pidana ke polisi. Dia menduga, bentuk layanan tidak bertanggung jawab, seperti teror dan penyedotan data pribadi berlebihan, sebenarnya termasuk tindak pidana.
Lebih jauh, Tulus mengemukakan, pihaknya juga berharap OJK bertindak lebih tegas terhadap penyedia layanan yang tidak terdaftar ataupun berijin, tetapi mereka beroperasi di Indonesia. Misalnya, blokir cepat.
Sementara itu, Ketua Bidang Peer-to-Peer Lending Cash Loan Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Sunu Widyatmoko menjelaskan asosiasi telah mengeluarkan pedoman perilaku (code of conduct) pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi untuk para anggotanya. Pedoman perilaku ini harus dilihat sebagai fondasi awal untuk menyehatkan industri.
Dia menyebutkan pedoman perilaku tersebut terdiri dari tiga prinsip utama. Prinsip pertama yaitu transparansi produk dan metode penawaran. Kedua, pencegahan pinjaman berlebih. Ketiga, prinsip itikad baik terkait praktik penawaran, pemberian dan penagihan hutang yang manusiawi tanpa kekerasan, baik fisik maupun tidak.