JAKARTA, KOMPAS--Bank Indonesia akan mendorong inisiatif ekonomi digital dan syariah dalam Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia di Bali pada 8-14 Oktober 2018. Ekonomi digital akan diarahkan pada peningkatan kredit mikro melalui teknologi finansial dan perdagangan elektronik lintas batas.
Adapun ekonomi syariah akan mengedepankan prinsip-prinsip keuangan syariah internasional. Salah satu hal yang akan dikembangkan adalah pembiayaan melalui dana sosial syariah, seperti zakat dan wakaf.
Hal itu mengemuka dalam konferensi pers menjelang Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia 2018, Kamis (13/9/2018), di Jakarta. Keterangan dalam konferensi pers disampaikan Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko serta Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Anwar Bashori.
Onny mengatakan, ekonomi digital sangat dibutuhkan untuk menutup kesenjangan antara pembiayaan dengan produktivitas. Hingga kini, kesenjangan pembiayaan untuk menggerakkan sektor riil masih lebar.
Agar perekonomian Indonesia dapat tumbuh 6 persen, kredit harus tumbuh 16 persen. Namun, jika hanya mengandalkan penyaluran kredit secara konvensional, kontribusi paling optimal hanya sebesar 13,5 persen.
"Nah, kekurangannya itu akan ditutup dengan penyaluran kredit secara digital yang dikelola pelaku jasa teknologi finansial. Kontribusinya dalam penyaluran kredit diperkirakan sebesar 2,5 persen pada 2023," kata dia.
Sementara, lanjut Onny, kesenjangan produktivitas terlihat dari kemampuan produksi sejumlah sektor riil, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dari sisi pembiayaan, pelaku usaha mikro yang jumlahnya sekitar 98,74 persen dari 59,6 juta UMKM, masih kurang tersentuh pembiayaan konvensional.
Adapun dari sisi pemasaran, akses pasar mereka juga masih minim. Dalam perdagangan secara elektronik atau e-dagang, produk-produk impor masih mendominasi.
"Kami ingin pelaku usaha tekfin dan penyedia laman e-dagang menyasar mereka," tambah Onny.
Pariwisata
Menurut Onny, sektor lain yang akan digarap adalah pariwisata dan desa digital. Salah satu permasalahan di sektor pariwisata adalah penyediaan instrumen sistem pembayaran di daerah-daerah pariwisata.
Banyak wisatawan asing yang melakukan transaksi pembayaran hotel dan vila melalui perbankan asing, sehingga devisa tidak tercatat dan masuk Indonesia. Dalam proses tersebut, ada pemain-pemain asing yang memperantarai.
"Untuk itu, yang ingin kami capai dalam pertemuan tahunan nanti adalah integrasi dan kolaborasi ekonomi digital lintas batas. Hal itu mulai dari pembiayaan, produktivitas, pemasaran, pembayaran, dan logistik," kata dia.
Syariah
Sementara, di sektor ekonomi syariah, Anwar menyatakan, BI akan menginisiasi peluncuran prinsip-prinsip atau standar internasional pemanfaatan dana sosial, seperti zakat dan wakaf, untuk pembiayaan. BI ingin keuangan syariah berbasis sosial tumbuh dan berkontribusi terhadap ekonomi domestik dan menjadi bagian dari keuangan global.
BI telah merintis hal itu dengan Otoritas Jasa Keuangan, Bank Pembangunan Islam (IDB), dan tujuh negara. Dalam pertemuan tahunan di Bali, Oktober mendatang, juga akan dibahas mengenai produk atau instrumen yang menghubungkan wakaf dengan sukuk.
"Kami ingin Indonesia menjadi acuan dalam pengelolaan wakaf dan zakat untuk pembiayaan ekonomi. Jika standar internasional pemanfaatan dana bisa diluncurkan di Indonesia, maka juga bisa menjadi citra bagi Indonesia," kata Anwar. (HEN)