Pengembangan Pembangkit Geothermal Terkendala Pendanaan
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Indonesia memiliki potensi energi terbarukan panas bumi atau geothermal yang besar. Namun, kebutuhan pendanaan pembangkit geothermal tergolong mahal. Akibatnya peningkatan pembangkit listrik tenaga panas bumi Indonesia lebih lambat dibandingkan negara lain.
Ekivalen cadangan energi terbarukan panas bumi Indonesia sekitar 17.435 megawatt (MW) dan sumber daya 11.073 MW. Sebagian besar potensi ini belum dimanfaatkan.
Dewan Pakar Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Riki F Ibrahim, Jumat (14/9/2018), mengatakan, kebutuhan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan panas bumi sudah tidak bisa ditunda. Pertumbuhan ekonomi membuat kebutuhan listrik terus meningkat. Sehingga kebutuhan energi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan harus dioptimalkan.
Adapun kapasitas terpasang pada saat ini sebesar 1948,5 MW atau sekitar 11,7 persen dari kapasitas geothermal yang tersebar di 11 wilayah kerja panas bumi. Energi terbarukan panas bumi memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan energi bahan bakar fosil.
Selain berkontribusi terhadap pengurangan gas rumah kaca, harga jual listriknya pun relatif konstan karena tidak terpengaruh fluktuasi harga sebagaimana energi yang bersumber dari energi fosil. Energi panas bumi juga tidak terbatas sebagaimana energi surya yang tidak bisa menghasilkan listrik selama 24 jam.
"Harga penjualan energi listrik terbarukan panas bumi akan lebih murah dibandingkan dengan harga listrik fosil," ujar Riki di Jakarta.
Akan tetapi, pengembangan pembangkit energi terbarukan panas bumi terkendala pendanaan. Wakil Ketua Bidang Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) MKI Muhammad Sofyan mengatakan, kebutuhan biaya pembangunan pembangkit listrik panas bumi termasuk paling tinggi.
Untuk setiap kilowatt terpasang, dibutuhkan biaya sekitar 5.000 dollar AS. Dengan demikian, pemasangan per megawatt membutuhkan biaya sebesar 5 juta dollar AS.
"Tantangan energi panas bumi antara lain dari sisi finansial, regulasi, dan perizinan. Tantangannya cukup berat," katanya.
Sofyan menambahkan, saat ini bauran energi terbarukan sudah mencapai 12 persen dari target 23 persen pada 2025. Untuk mencapai target tersebut, kata Sofyan, dalam 10 tahun perkembangan pembangkit energi panas bumi harus tumbuh dua kali lipat. Saat ini kapasitas energi panas bumi sekitar 1.934 MW.