BLANGKEJREN, KOMPAS - Harga minyak nilam dan minyak sereh wangi pada tingkat petani di Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh, terus membaik. Harga minyak nilam menjadi Rp 550.000 dari tahun lalu Rp 450.000 per kilogram.
Sementara minyak sereh wangi Rp 350.000 dari sebelumnya Rp 170.000 pada tahun lalu. Kenaikan harga membuat petani lebih bersemangat merawat tanaman mereka.
Sulaiman (42), petani nilam di Desa Persada Tongra, Kecamatan Terangon, Jumat (14/9/2018), mengatakan, harga minyak nilam naik sejak setahun lalu. Sulaiman menanam nilam di lahan seluas 250 meter persegi. Dari lahan itu diproduksi 20 kilogram. Masa panen nilam tujuh bulan setelah ditanam. Proses penyulingan minyak dilakukan secara tradisional menggunakan ketel yang dipanaskan dengan kayu bakar.
Nurhasan (38), petani sereh wangi di Desa Rema, Kecamatan Kota Panjang, menyebutkan, produksi minyak sereh wangi menjadi mata pencarian utama warga Gayo Lues. Kenaikan harga benar-benar disambut bahagia oleh petani sereh.
Dalam dua tahun, kenaikan mencapai dua kali lipat dari Rp 170.000 per kilogram pada 2016 menjadi Rp 350.000 pada 2018. ”Setiap bulan naik pelan-pelan. Harga seperti sekarang ini sudah menguntungkan bagi petani,” kata Nurhasan.
Nurhasan menanam sereh wangi di lahan seluas 1 hektar.
Sereh itu dipanen dua kali dalam setahun. Dari lahan 1 hektar dapat menghasilkan 160 kilogram minyak atau seharga Rp 56 juta.
Minyak nilam dan sereh wangi dijual kepada pedagang pengumpul di pasar kecamatan. Dari sana, minyak itu dijual lagi ke eksportir ke Perancis. Minyak nilam dari Aceh banyak diekspor sebagai bahan baku pembuatan parfum dan produk kosmetik.
Berdasarkan data dari Dinas Perdagangan Industri Koperasi dan Usaha Kecil Menegah Gayo Lues, produksi minyak sereh wangi di wilayah itu mencapai 480 ton per tahun. Produksi minyak nilam sekitar 50 ton per tahun. Harga minyak nilam dan sereh sepenuhnya dikendalikan pasar. Gayo Lues merupakan satu-satunya kabupaten penghasil minyak sereh di Aceh.
Asisten III Kabupaten Gayo Lues Bambang Waluyo menuturkan, pemerintah mendorong petani menjaga kualitas produksi minyak sereh wangi dan nilam dengan memberikan bibit unggul, bantuan alat penyulingan, dan pendampingan.
Pemkab Gayo Lues juga mendorong petani membentuk koperasi untuk membeli produksi petani. ”Dengan adanya koperasi, tidak perlu menjual ke pengumpul. Jadi, ini usaha kita memutus mata rantai tata niaga,” kata Bambang.
Pengolahan minyak nilam dan sereh wangi di Gayo Lues masih tradisional. Penyulingan menggunakan drum yang dipanaskan menggunakan kayu bakar. Penggunaan drum besi membuat kualitas minyak tidak maksimal. Sementara penggunaan kayu bakar mengakibatkan kebutuhan kayu sangat tinggi.
Manager Pemberdayaan Masyarakat Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre Binur Naibaho mengatakan, kebutuhan kayu yang tinggi memicu kerusakan hutan karena penebangan kayu secara masif untuk penyulingan. Karena itu, perlu pendekatan teknologi dalam pengolahan minyak nilam dan sereh wangi agar penggunaan kayu bakar bisa dikurangi. ”Salah satunya dengan menggunakan energi listrik mikro hidro. Selain hemat juga ramah lingkungan,” kata Binur.
Yayasan itu membangun satu pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Desa Melelang Jaya, Kecamatan Terangon. PLTMH ini khusus untuk memanaskan tabung penyulingan minyak nilam milik petani binaan. Binur berharap pemerintah setempat membangun PLTMH serupa skala kecil. (AIN)