Iklim Investasi Terjaga
JAKARTA, KOMPAS--Kebijakan kewajiban menjual minyak mentah bagian kontraktor ke PT Pertamina (Persero) diyakini tidak akan mengganggu iklim investasi di dalam negeri. Pemerintah menargetkan 217.000 barrel minyak mentah per hari yang bisa dibeli Pertamina.
Kewajiban itu sudah dituangkan dalam peraturan menteri.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar optimistis kebijakan itu dapat menciptakan efisiensi ketimbang impor dari negara lain. Ia mencontohkan, impor minyak mentah dari wilayah Afrika Barat, untuk pengangkutannya sampai ke Indonesia memakan ongkos 4 dollar AS-5 dollar AS per barrel.
Pembelian langsung minyak mentah bagian kontraktor di dalam negeri oleh Pertamina meniadakan ongkos pengangkutan yang mahal tersebut.
"Negara lain menerapkan bea keluar untuk ekspor minyak mentah yang menjadi bagian kontraktor. Di Indonesia tidak dikenakan seperti itu. Jadi, kebijakan ini tidak akan membuat takut investor. Mereka akan lebih takut kalau dikenakan bea keluar untuk membawa minyak mereka dari Indonesia," kata Arcandra, Jumat (14/9/2018), di Jakarta.
Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri, khususnya Pasal 2, disebutkan, Pertamina dan badan usaha pengolahan minyak bumi migas wajib mengutamakan pasokan minyak dari dalam negeri. Adapun di Pasal 3 ditulis, kontraktor hulu migas wajib menawarkan bagian minyak mereka kepada Pertamina dan badan usaha pengolahan minyak bumi.
"SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi) sedang meminta penjelasan dari Kementerian Keuangan, apakah pembelian minyak mentah bagian kontraktor oleh Pertamina dikenai pajak atau tidak. Surat sudah dikirim," ujar Arcandra.
Data Kementerian ESDM menunjukkan, minyak mentah yang menjadi bagian kontraktor untuk semester I-2018, bagian terbesar dimiliki Chevron Pasific Indonesia (CPI) sebanyak 91.900 barrel per hari. CPI adalah pengelola Blok Rokan di Riau hingga 2021. Berikutnya adalah ExxonMobil Cepu selaku pengelola Blok Cepu, Jawa Tengah, sebanyak 29.800 barrel per hari.
Dari seluruh kontraktor hulu migas di Indonesia, minyak mentah bagian kontraktor yang berpotensi bisa dibeli Pertamina sebanyak 217.000 barrel per hari.
Defisit
Kebijakan pembelian minyak mentah bagian kontraktor oleh Pertamina dilatarbelakangi impor minyak mentah yang menjadi penyumbang defisit transaksi berjalan. Setidaknya, sejak 2016, neraca minyak selalu defisit minimal 2 miliar dollar AS. Pada triwulan II-2018, neraca minyak defisit 4,4 miliar dollar AS.
Secara terpisah, Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengaku belum bisa memberi keterangan apakah Pertamina sudah melakukan transaksi pembelian minyak mentah dengan kontraktor hulu migas di Indonesia. Sebelumnya, ia memastikan, transaksi akan dilakukan berdasarkan skema antarperusahaan atau bisnis dengan bisnis.
Adapun patokan harga mengacu pada harga minyak Indonesia (ICP) yang ditetapkan pemerintah setiap bulannya.
Sebelumnya, pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, potensi penghematan devisa hanya dari selisih harga impor minyak mentah dengan harga ekspor minyak mentah dikalikan volume minyak mentah yang menjadi bagian kontraktor. Dengan kata lain, penghematan devisa dari perbedaan biaya pengadaan pembelian minyak mentah. Biaya pengadaan adalah biaya transportasi.
”Minyak mentah bagian kontraktor yang selama ini diekspor, jika dibeli Pertamina, belum tentu akan menjadi lebih murah dibandingkan dengan impor. Misalnya, biaya transportasi impor minyak dari Singapura belum tentu lebih mahal dibandingkan biaya transportasi dari Papua,” katanya. (APO)