JAKARTA, KOMPAS--Pelaku usaha kecil menengah berperan menyokong aktivitas ekonomi digital. Meski demikian, mereka masih terkendala akses internet, sistem pembayaran digital yang terintegrasi, cara pemakaian teknologi, dan pemahaman ketentuan perdagangan lintas negara.
Hal itu mengemuka dari hasil penelitian Bain & Company "Advancing Towards ASEAN Digital Integration:Empowering SMEs to Build ASEAN\'s Digital Future". Penelitian ini bekerja sama dengan Google, Sea Group, dan Tan Sri Rebecca. Metodo penelitian menggunakan survei terhadap 2.342 orang pelaku usaha kecil menengah (UKM) di sektor agro, manufaktur, ritel, transportasi, dan logistik di 10 negara ASEAN. Survei berlangsung pada Maret-April 2018.
Berdasarkan hasil penelitian, Partner Bain & Company, Usman Akhtar, Selasa (18/9/2018), memaparkan, aktivitas ekonomi digital negara Asia Tenggara menyumbang sekitar 7 persen terhadap total produk domestik bruto (PDB) kawasan pada 2017. Kontribusi ini lebih rendah dibandingkan dengan China (16 persen), Uni Eropa (27 persen), dan Amerika Serikat (35 persen).
Sekitar 75 persen dari total responden UKM menyatakan, pemakaian teknologi digital berpeluang besar meningkatkan produktivitas dan pendapatan. Namun, hanya 16 persen responden yang benar-benar memanfaatkan teknologi digital tersebut.
Keterangan responden UKM ritel yang menggunakan sarana perdagangan elektronik atau e-dagang, penjualan mereka meningkat rata-rata 15 persen. Adapun produktivitas UKM logistik yang memanfaatkan perangkat digital naik 10-20 persen. Sementara, produktivitas dan hasil panen industri kecil menengah (IKM) pertanian yang mengadopsi aplikasi pertanian naik 5-15 persen.
Usman mengungkapkan, survei menemukan, lebih dari 90 persen kawasan ASEAN sudah dijangkau jaringan tulang punggung pita lebar. Kendalanya kini pada akses jaringan pita lebar yang belum merata.
Sekitar 65 persen UKM dan IKM di perdesaan mengaku kecepatan internet masih sangat lambat. "Sejumlah penyedia platform pasar daring menawarkan sistem pembayaran secara elektronik. Akan tetapi, UKM dan IKM merasa cara kerja sistem belum mulus," ujarnya.
Terkait pemanfaatan infrastruktur digital untuk manajemen bisnis, Usman menyebutkan, satu dari dua responden mengaku belum memahami cara dan dampak pemakaian infrastruktur digital itu. Satu dari dua responden mengaku selalu bermasalah dengan pemesanan barang lintas negara.
Potensial
Peneliti di Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Haryo Aswicahyono, berpendapat, jumlah pelaku UKM dan IKM Indonesia yang diperkirakan lebih dari 50 juta, semestinya bukan hal baik.
Di tingkat internasional, bisnis yang mampu menopang ekonomi secara berkelanjutan adalah pelaku skala menengah hingga besar. Untuk situasi Indonesia, hanya sekitar 5 -6 persen dari total UKM dan IKM berstatus menengah. Sementara, persentase pengusaha skala menengah di Vietnam sudah sekitar 25 persen dan di Brasil 46 persen.
"Kondisi tersebut telah lama menjadi persoalan, terutama pengusaha skala menengah. Mereka kesulitan naik ke kelas yang lebih tinggi. Berbagai kebijakan pemerintah, seperti kenaikan upah minimum, membuat kelompok ini paling terdampak dibandingkan dengan pelaku skala kecil atau mikro," ujar Haryo.
Menurut dia, platform pemasaran daring merupakan sarana potensial untuk memperluas jangkauan pasar, yang bisa meningkatkan skala bisnis. Dari studi CSIS, produsen lokal mulai menggunakan pemasaran daring dengan memanfaatkan media sosial, lalu beranjak menggunakan platform pasar daring atau toko daring pribadi ketika bisnisnya sudah berskala kecil hingga menengah.
Selanjutnya, pelaku usaha memakai berbagai sarana penjualan, baik gerai fisik, media sosial, maupun pasar daring. ketika bisnisnya mulai berskala besar.
Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Eddy Siswanto, menyebutkan, sejak diluncurkan pada Januari 2017 hingga Juni 2018, e-Smart diikuti sekitar 3.630 orang pelaku IKM. E-Smart adalah program pelatihan untuk meningkatkan produktivitas bisnis dari Kementerian Perindustrian. Materinya mencakup pemanfaatan fasilitas bantuan dari pemerintah dan pemasaran daring.
"Pemasaran digital membuka peluang dan kompetisi barang lebih terbuka luas," kata Eddy. (MED)