Danurfan Menggerakkan Konservasi Berbungkus di Leuser
Membangun usaha kopi kini tak semata menjual biji atau bubuk kopi. Upaya menyelamatkan lingkungan dilakoni Danurfan (32), pemilik usaha Kopi Leuser di Banda Aceh. Lewat donasi kopi, ia geliatkan semangat konservasi dan perlindungan satwa-satwa liar yang dilindungi.
Setelah berhenti bekerja pada sebuah organisasi nirlaba lingkungan, tahun 2015, Danurfan membuka kedai kopi Leuser. Pemberian nama Leuser bukan untuk menumpang tenar pada kebesaran nama Kawasan Ekosistem Leuser. Namun, ini adalah gerakan konservasi yang dibungkus usaha kopi.
Prinsip saya, apa yang kita ambil dari alam, harus dikembalikan
“Prinsip saya, apa yang kita ambil dari alam, harus dikembalikan,” kata Danurfan, Kamis (21/9/2018).
Perhatian Danurfan pada Leuser tumbuh sewaktu bekerja di organisasi nirlaba bidang lingkungan, lima tahun silam. Salah satu program yang dikembangkan berupa pendampingan untuk petani mengembangkan budidaya kopi berbasis agroforestri.
Penanaman kopi menyatu dengan beragam tanaman hutan dinilai efektif meningkatkan kualitas kopi sekaligus menjaga kelestarian alam. Namun, proyek konservasi itu tak berjalan lama. Tiga tahun setelah itu, proyek berakhir karenalembaga nirlaba tersebut mengakhiri program kerjanya di Aceh.
Meski program berakhir, Danurfan masih cinta pada kegiatan tersebut. Begitu pula para petani yang sempat ia berdayakan. Mereka masih memerlukan pendampingan dari Danurfan. Karena itu, Danurfan berinisiatif melanjutkan sendiri program tersebut lewat wirausaha pengolahan bubuk dan biji kopi.
Ia bermitra dengan petani. Hasil kopi mereka dibelinya dengan harga premium. Sebagai contoh, ketika harga pasaran biji kopi (green bean) arabika bernilai Rp 70.000 per kilogram, Danurfan membayar ke petani Rp 80.000. Selisih Rp 10.000 disebutnya sebagai insentif dan penghargaan bagi petani yang membudidayakan kopi organik.
Sebagian selisih uang tadi dimanfaatkan untuk membina para petaninya menjadi lebih mahir mengolah kopi pasca panen. Mereka akhirnya dapat menghasilkan beragam jenis kopi spesialti, mulai dari cara natural, kopi madu, bourbon, hingga yang beraroma anggur alias winey.
Setelah memastikan biji kopi berkualitas baik, Danurfan menyempurnakannya pada pengolahan hilir. Ia sendiri yang menyangrai kopi bercita rasa unik. Hasilnya bisa dinikmati di semua produk yang tersaji di kedai miliknya, “Leuser Coffee” di Jalan Panglima Nyak Makam, Ulee Kareng, Banda Aceh.
Pesan lestari
Pada setiap bungkus kopinya, Danurfan menyematkan pesan kampanye. Pesan itu berbunyi “Leuser Coffee ikut membantu kelestarian hutan dan lingkungan Aceh melalui penanaman pohon dan kampanye lingkungan. Setiap pembelian Leuser Coffee, anda telah berkontribusi untuk usaha pelestarian hutan dan lingkungan di Aceh.”
Saya ingin mengajak orang terlibat dalam gerakan melindungi satwa yang terancam punah itu
Banyak orang tertarik untuk membeli. Apalagi, Danurfan menabalkan nama Leuser pada kemasan. Empat satwa endemik penghuni Leuser mengisi sampul depan bungkus kopi, yakni gajah sumatera, orangutan, harimau sumatera, dan badak sumatera. Penabalan itu, katanya, bertujuan mengkampanyekan konservasi di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
“Saya ingin mengajak orang terlibat dalam gerakan melindungi satwa yang terancam punah itu,” ujarnya.
Lalu, bagaimana pembeli berkontribusi dalam pelestarian alam yang dimaksud? Ia menjelaskan, hasil pembelian dari setiap bungkus kopi (kapasitas tiap bungkus 250 gram) disisihkan Rp 2.500 ke dalam sebuah kas khusus. Sejak 2015 hingga 2018 dana yang terkumpul mencapai Rp 50 juta.
Tabungan dari hasil donasi itu dimanfaatkan untuk menanam pohon di Kawasan Ekosistem Leuser yang tersebar mulai dari Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Utara, Bener Meriah, Gayo Lues, hingga Nagan Raya.
Sebagian lagi untuk menanam pohon di sekolah-sekolah, agar menumbuhkan kesadaran anak merawat lingkungan sejak dini. Dana juga digunakan mendukung kelompok-kelompok pelestari alam di kampus-kampus.
Saat merebak kasus kematian gajah jinak bernama Bunta di Aceh Timur, Danurfan mendukung upaya pengungkapan kasusnya. Caranya dengan minum kopi gratis seumur hidup bagi orang-orang yang terlibat dalam pengungkapan kasus kematian sang gajah.
Agustus lalu, ia pun mendonasikan hasil penjualan kopi untuk membiayai perawatan anak gajah bernama Amirah.
Sidang Komite Warisan Dunia UNESCO menyatakan status terancam pada Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang telah diakui sebagai warisan alam dunia. Penyebabnya adalah pembalakan liar, perburuan satwa, dan perluasan lahan kelapa sawit.
Kerusakan KEL, menurut Danurfan, tidak hanya mengancam satwa, tetapi juga keberlangsungan hidup manusia. Bencana hidrologi meningkat seiring makin seringnya banjir, longsor, dan kekeringan.
Tahun lalu, dari tabungan donasi kopi konservasi itu juga, Danurfan menanami ratusan batang lemon di kawasan Leuser wilayah Aceh Timur dan di Daerah Aliran Sungai Peusangan, Kabupaten Bireuen. Kawasan itu belakangan begitu rawan terjadi konflik antara gajah dan manusia.
Penanaman lemon rupanya tak hanya menjadi bagian upaya mengatasi longsor. Tak lama setelah ditanami lemon, konflik manusia dan satwa liar ternyata turut mereda. Setelah diteliti, timnya mendapati bahwa ternyata gajah tak suka mengganggu jenis tanaman lemon. Kondisinya jauh berbeda jika masyarakat menanam sawit, gajah biasanya akan mengobrak-abriknya, dan bahkan mencabut tanaman hingga akar.
Hasil lemon pun kini mulai dinikmati petani. Tanaman lemon di Aceh Timur mulai berbuah. Gajah tak menyukai lemon, sehingga cocok ditanam sepanjang jalur luar perlintasan gajah. Penanaman itu bagaikan pagar alami yang aman bagi satwa.
Untuk tahun 2018 ini, ia akan menanam bibit lemon lagi di Dusun Kedah, Desa Pena Sepakat, Kecamatan Blangjerango, Kabupaten Gayo Lues. Kedah merupakan pintu masuk pendakian ke puncak Leuser. Penanaman lemon pun bakal sejalan dengan konsep pariwisata. Sebab, Kedah kerap dikunjungi wisatawan yang ingin menyaksikan keindahan hutan Leuser. Ia pun menawarkan bibit pohon bagi warga dan pelaku wisata yang ingin turut serta dalam konservasi di kawasan itu.
Bagi Danurfan langkah kecil itu turut melakukan perubahan besar. Menjaga kelestarian hutan sama halnya menyelamatkan kehidupan manusia dan seluruh satwa di dalamnya. Konservasi berbungkus bisnis kopi, mengapa tidak?
Danurfan
Lahir: Bireuen, 25 Sept 1986
Pendidikan: Sarjana Ekonomi Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Banda Aceh.
Aktivitas :
- Ketua Aceh Manual Brewing
- Usaha kopi
- Ketua Global March For Elephant And Rhino Aceh
- Ketua Orangtua Asuh Penyu Aceh