Setiap pertengahan bulan, kinerja ekspor-impor barang ramai diperbincangkan. Apalagi, pada saat nilai tukar dinamis seperti belakangan ini. Namun, pembicaraan mengenai kinerja perdagangan di sektor jasa jarang mencuat.
Berbeda dengan barang yang secara fisik jelas terlihat, layanan sektor jasa memang tak berwujud. Padahal, sektor jasa memiliki cakupan luas dengan peran yang cukup berarti bagi perekonomian.
Sektor jasa meliputi, antara lain, jasa distribusi, bisnis, keuangan, transportasi, layanan kesehatan, pendidikan, pariwisata dan perjalanan, komunikasi, hingga jasa konstruksi. Sektor jasa juga memberi sumbangan cukup berarti terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Pada temu media pertengahan September 2018, Indonesia Services Dialogue (ISD) Council memaparkan potensi dan tantangan sektor jasa tersebut. Data berbagai lembaga dirujuk untuk memberi gambaran mengenai sektor jasa ini.
Mengacu Badan Pusat Statistik, CEIC, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, disebutkan, kontribusi sektor jasa di Indonesia terhadap PDB terus meningkat, yakni dari 40,67 persen pada 2010 menjadi 43,63 persen pada 2017.
Namun, sumbangan sektor jasa terhadap PDB Indonesia tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan kontribusi sektor jasa terhadap PDB Filipina yang sebesar 59,78 persen, Thailand 56,31 persen, Malaysia 53,55 persen, dan Korea Selatan 52,84 persen.
Terkait rilis BPS yang menyebutkan neraca perdagangan kembali defisit di Agustus 2018, ISD berpendapat, saatnya pemerintah RI tak hanya berorientasi mendorong ekspor barang. Ekspor jasa juga patut didorong. Defisit neraca perdagangan jasa Indonesia beberapa tahun terakhir cenderung turun seiring penguatan ekspor jasa. Ekspor jasa meningkat dari 16 miliar dollar AS di tahun 2010 menjadi 24 miliar dollar AS pada 2017. Defisit neraca jasa pada triwulan II-2018 tercatat 1,7 miliar dollar AS atau lebih kecil dari triwulan II-2017 yang sebesar 2,2 miliar dollar AS.
Data itu mengindikasikan sektor jasa dapat menjadi motor untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. Jasa perjalanan dan pariwisata yang pada 2017 surplus bisa menjadi sektor yang paling cepat dikembangkan pemerintah untuk menstabilkan transaksi berjalan Indonesia.
Adapun di sektor manufaktur, khususnya otomotif, kemampuan mengekspor mobil tidak terlepas dari kemampuannya mengisi pasar domestik. Penguasaan pasar domestik menjadi basis untuk merambah pasar ekspor.
Sementara, di sektor jasa, penting untuk memetakan sektor-sektor yang terbukti kompetitif dan mampu menyuplai layanan untuk mengisi kebutuhan domestik. Daya saing seperti ini diperlukan sebagai modal mendongkrak ekspor jasa.
Dukungan mendasar dapat diwujudkan dengan memperkecil faktor yang menghambat dan memperbesar faktor pendukung ekspor jasa. Ada berbagai aspek yang bisa disentuh, di antaranya kebijakan fiskal dan kebijakan menyangkut investasi.
Pemerintah perlu melibatkan pelaku usaha untuk merumuskan kebijakan yang bernas dan pas untuk menumbuhkan perekonomian Indonesia. Saatnya mengoptimalkan potensi sektor jasa. (C Anto Saptowalyono)