JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) sedang menjajaki program konversi kilang konvensional menjadi kilang berbahan baku minyak nabati. Kilang minyak Pertamina yang berpotensi dikonversi ke kilang berbahan baku minyak nabati ada di Dumai, Riau, dan Plaju, Palembang, Sumatera Selatan.
Dua lokasi kilang tersebut berdekatan dengan kebun sawit.
Penjajakan program konversi kilang konvensional ke kilang berbahan baku minyak nabati diwujudkan melalui penandatanganan nota kesepahaman dengan Eni, perusahaan minyak dan gas (migas) milik Italia. Kilang minyak konvensional berbahan baku minyak mentah (fosil), sedangkan kilang berbahan baku minyak nabati bersumber dari minyak sawit (CPO).
Rencana itu sejalan dengan program mandatori B20 yang digalakkan pemerintah, yaitu kewajiban pencampuran biodiesel 20 persen ke dalam solar.
Nota kesepahaman ditandatangani di Venesia, Italia, Jumat (21/9/2018).
”Yang terlibat penandatanganan nota kesepahaman tersebut adalah Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan Chief Refining and Marketing Officer Eni Giuseppe Ricci,” kata Vice Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito saat dihubungi, Minggu (23/9/2018), di Jakarta.
Pertamina menyebutkan, Eni digandeng karena perusahaan itu dinilai sukses mengonversi kilang konvensional menjadi kilang berbahan baku minyak nabati atau dikenal sebagai bio refinery di kawasan industri Porto Marghera di Venesia.
Pertamina, tambah Adiatma, ditunjuk pemerintah melaksanakan program mandatori B20 yang efektif per 1 September 2018. Total kebutuhan biodiesel dalam setahun untuk program itu sekitar 6 juta kiloliter.
”Potensi konversi kilang akan tepat diterapkan di kilang Dumai dan kilang Plaju. Pasalnya, kedua lokasi kilang itu berdekatan dengan sumber minyak sawit. Kami akan menggandeng PT Perkebunan Nusantara, sebagai bentuk sinergi antar-BUMN,” ujarnya.
Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia pada Kamar Dagang dan Industri Indonesia Achmad Widjaja mengatakan, proyek pengembangan kilang dan pembangunan kilang baru di Indonesia tidak boleh terlambat. Keterlambatan proyek dapat mengganggu peta jalan industri berbasis barang setengah jadi dan industri hilir. Indonesia juga akan semakin tertinggal dalam persaingan jika rencana pembangunan kilang molor.
”Pertamina wajib fokus pada program kilang. Jangan sampai Indonesia kian bergantung pada impor bahan bakar minyak. Lagi pula, kilang tak melulu soal bahan bakar minyak, tetapi juga menghasilkan produk-produk petrokimia,” ujar Achmad.
Saat ini, kebutuhan BBM nasional mencapai 1,4 juta barel per hari. Adapun kemampuan produksi BBM dari kilang di dalam negeri hanya 800.000 barel per hari. Sisa dari kekurangan BBM itu, yakni 600.000 barel per hari, diperoleh dari impor.
Program peningkatan kapasitas atau revitalisasi kilang minyak Pertamina akan menyasar empat kilang, yaitu kilang Cilacap di Jawa Tengah, kilang Balikpapan di Kalimantan Timur, kilang Balongan di Jawa Barat, serta kilang Dumai di Riau.
Pertamina juga menggarap proyek pembangunan kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur, dan di Tuban, Jawa Timur. Pada 2025, atau tepat seluruh proyek tersebut tuntas, BBM yang diproduksi dari semua kilang bisa mencapai 2 juta barel per hari.
Dalam keterangan resmi, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar menyebutkan, pemerintah berkomitmen menyelesaikan program revitalisasi kilang dan pembangunan kilang baru. Kepemilikan kilang sangat penting terhadap ketahanan energi nasional. Harga produk hasil kilang sendiri jauh lebih murah ketimbang dibeli lewat impor.