JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan menerapkan kelonggaran aturan dalam layanan urun dana masyarakat berbasis saham. Layanan itu harus dipastikan efektif bagi pertumbuhan usaha rintisan.
Model layanan yang dikenal sebagai equity crowdfunding ini menggunakan modal dari sejumlah individu untuk membiayai usaha bisnis baru. Aktivitas tersebut memanfaatkan aksesibilitas dari jejaring media sosial dan platform crowdfunding atau gotong royong.
Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal IA Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aditya Jayaantara menargetkan, layanan urun dana masyarakat berbasis saham bisa mulai diaplikasikan setelah regulasinya rampung, paling lambat pada akhir 2018.
”Pasar Indonesia sedang dibanjiri usaha rintisan. Regulasi equity crowdfunding harus dibuat longgar untuk mengakomodasi fleksibilitas usaha rintisan,” ujar Aditya di Jakarta, Minggu (23/9/2018).
Terkait ketentuan pemodal, investor wajib memiliki kemampuan yang memadai untuk menganalisis risiko. Selain itu, pemodal hanya boleh berinvestasi maksimal 5 persen dari penghasilan tahunannya, untuk penghasilan di bawah Rp 500 juta atau 10 persen jika penghasilannya lebih dari Rp 500 juta.
”Akan tetapi, aturan ini dikecualikan bagi investor berbadan hukum atau individu yang terbukti berpengalaman dan memiliki rekening efek minimal dua tahun,” ujar Aditya.
Badan hukum
Dari sisi emiten, lanjut Aditya, unit usaha pencari sumber pendanaan dari layanan ini harus berbadan hukum perseroan terbatas (PT). Namun, harus dipastikan juga agar emiten tidak dikendalikan grup konglomerasi, bukan perusahaan terbuka, dan tidak memiliki kekayaan di atas Rp 10 miliar.
”Emiten wajib menyerahkan dokumen pendukung dan melakukan keterbukaan informasi keuangan,” ujarnya.
Dalam menyusun laporan keuangan, emiten tetap diwajibkan melakukannya berdasarkan standar akuntansi keuangan untuk entitas tanpa akuntabilitas publik (ETAP). Namun, emiten tidak memiliki kewajiban audit.
Aditya menambahkan, OJK tidak mengatur tentang mekanisme transaksi di pasar sekunder, tetapi tidak melarang penyedia layanan untuk menyediakan sistem transaksi.
Kepala Riset Narada Aset Manajemen Kiswoyo Adi Joe menilai, aplikasi layanan urun dana masyarakat berbasis saham dapat menjadi solusi permasalahan akses permodalan bagi usaha rintisan.
”Selama ini pinjaman dari perbankan mensyaratkan adanya kolateral atau jaminan sehingga banyak usaha rintisan yang layu sebelum berkembang,” ujar Kiswoyo.
Layanan ini, lanjut Kiswoyo, dapat menghadirkan ekosistem baru di pasar modal kendati keberadaannya di luar lantai bursa saham. Selain itu, layanan urun dana masyarakat berbasis saham akan menjadi satu kategorisasi baru dalam penggalangan dana publik, setelah papan utama, papan pengembangan, dan papan akselerasi.
Akan tetapi, tambah Kiswoyo, penyelenggara layanan harus memastikan investor bisa setiap saat menjual saham mereka, layaknya transaksi di bursa efek. Emiten perlu mendapat fasilitas yang sama untuk sewaktu-waktu membeli kembali saham mereka.
Perbaikan iklim
Direktur Teknologi Informasi dan Manajemen Risiko Bursa Efek Indonesia Fithri Hadi menilai, layanan urun dana masyarakat berbasis saham penting bagi perbaikan iklim investasi dan inovasi di Indonesia. Sebab, sudah banyak inovator dunia yang berkembang dan mendukung perekonomian negaranya karena keberadaan fasilitas serupa di negara masing-masing.
”Salah satu kunci dari tumbuhnya inovasi di segala bidang adalah harus ada yang berani membiayai mereka. Ini tempatnya bagi inovator bertemu investor,” katanya.