JAKARTA, KOMPAS--Gejolak pasar mendorong sejumlah perusahaan menunda aksi penawaran saham perdana atau IPO. Kendati sudah masuk daftar antrean, beberapa perusahaan baru akan merealisasikan rencana IPO setelah pemilihan umum 2019.
Penundaan IPO dilakukan klien PT Corpus Sekuritas Indonesia. Komisaris PT Corpus Sekuritas Indonesia Kristhiono Gunarso memastikan, tujuh perusahaan yang ditanganinya akan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun depan.
“Alasannya, perusahaan masih menunggu kepastian mengenai pemilihan presiden, termasuk termasuk mengantisipasi kegaduhan politik,” ujarnya di Jakarta, Kamis (27/9/2018).
Selain itu, Kristhiono mengakui ada kendala dalam kelengkapan administrasi perusahaan. Mayoritas klien Corpus berkantor pusat di luar Jakarta, sehingga butuh waktu lebih lama untuk menyelesaikan tahapan IPO.
“Buku catatan keuangan di daerah rata-rata tidak serapi di pusat. Kami tengah melakukan koreksi, butuh waktu satu tahun sampai dengan dua tahun,” kata Kristhiono.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas Silvano Rumantir mengatakan, sedikitnya tiga perusahaan yang menjadi klien mereka menunda pelaksanaan IPO meskipun sudah masuk dalam daftar antrean BEI.
Silvano tidak mengungkapkan alasan ketiga perusahaan itu melakukan penundaan aksi IPO. Ia hanya menyebutkan, mereka memilih pendanaan dari sektor lain lebih dulu, seperti menawarkan obligasi, daripada memaksakan IPO pada tahun ini.
"Kalau tidak ada pilihan sumber pendanaan lain selain pasar saham, mereka memilih melakukan IPO setelah pemilu 2019,” ujar Silvano.
Direktur Utama BEI Inarno Djayadi menilai, penundaan IPO merupakan keputusan wajar bagi calon emiten dalam melihat situasi pasar saat ini.
“Calon emiten melihat kondisi pasar saat ini kurang menarik untuk IPO sehingga harus menunda tahun depan. Itu reaksi bisnis yang biasa saja,” ujarnya.
Hingga kini, BEI belum berencana merelaksasi aturan untuk mendorong daya serap emiten yang akan menawarkan saham perdana. Seluruh rencana aksi korporasi emiten dan calon emiten dibiarkan alami sesuai mekanisme pasar.
Sejauh ini, target 35 emiten baru yang dipatok otoritas pasar modal telah terealisasi. Sedikitnya masih ada 20 perusahaan yang masuk dalam antrean IPO.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis ditutup menguat 0,95 persen atau 55,94 poin ke level 5.929,22. IHSG mampu bertahan di zona hijau kendati ada sentimen kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, dan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji, mengatakan kondisi ekonomi makro Indonesia mampu melindungi IHSG dari sentimen eksternal. “Kebijakan pemerintah untuk memproteksi nilai tukar rupiah diapresiasi pasar,” ujarnya.
Kemarin, nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate sebesar Rp 14.919 per dollar AS. Di pasar tunai, dollar AS diperdagangkan pada Rp 14.887-Rp 14.927 per dollar AS.
Telekomunikasi
PT Indosat Tbk sedang memasuki masa transisi setelah Joy Wahyudi dari posisi direktur utama. Nakhoda baru Indosat Ooredoo diharapkan dapat mengangkat kinerja perusahaan di tengah kondisi industri telekomunikasi yang kurang kondusif saat ini.
Melalui siaran pers, CEO Ooredoo Group, Sheikh Saud bin Nasser Al Thani mengatakan, keputusan mundur itu merupakan keputusan pribadi Joy. Joy tetap akan bekerja sama dengan Indosat untuk memastikan transisi berjalan mulus dan proyek-proyek perusahaan tetap berjalan.
Pada semester I-2018, seusai proses verifikasi data oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebanyak 75,3 juta nomor terdaftar sebagai pelanggan prabayar Indosat. Jumlah ini berkurang hampir 35 juta jika dibandingkan dengan 110 juta pelanggan yang diklaim Indosat sudah teregistrasi pada akhir 2017.
Analis dari Mirae Asset Sekuritas, Giovanni Dustin, mengatakan, kualitas jaringan semakin penting pada era baru industri telekomunikasi. Apalagi, sistem registrasi pada industri telekomunikasi saat ini lebih ketat, khususnya menopang keputusan operator meninggalkan strategi adu murah tarif. (DIM)