JAKARTA, KOMPAS--Perusahaan induk BUMN di sektor industri pertambangan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum, berencana membangun unit pengolahan hasil tambang atau smelter di Papua. Keberadaan smelter di Papua tersebut dapat menopang pengembangan industri di Papua.
"Kami ingin menentukan lokasi smelter. Saya lebih menginginkan (smelter) di Papua," kata Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Jumat (28/9/2018).
Proses divestasi saham PT Freeport Indonesia ke Inalum berlanjut. Sejumlah perjanjian, sebagai kelanjutan pokok-pokok perjanjian atau Head of Agreement penjualan saham sudah ditandatangani.
Selanjutnya, Inalum mesti menyelesaikan beberapa dokumen dan perizinan administratif. Langkah berikutnya, menyelesaikan pembayaran 3,85 miliar dollar AS atau sekitar Rp 55,4 triliun pada akhir tahun ini (Kompas, 28/9/2018).
Budi menjelaskan, limbah dari pengolahan hasil tambang pada smelter dapat menjadi bahan baku industri semen dan pupuk. Jika smelter dibangun di Papua, pabrik pupuk dan semen juga dapat dibangun di Papua.
Apalagi, lanjut Budi, Presiden Joko Widodo memiliki kebijakan untuk membangun infrastruktur di Papua dan mewujudkan pemerataan ekonomi, terutama di wilayah Indonesia bagian timur. "Dengan demikian, nantinya kebutuhan semen di Papua semakin meningkat," katanya.
Selain itu, tambah Budi, sudah ada pihak swasta yang mengembangkan perkebunan di Papua. Kebutuhan pupuk di Papua diperkirakan meningkat untuk mendorong pengembangan sektor perkebunan dan pertanian.
Jika pabrik pupuk atau semen dibangun di Papua, kapal pengangkut logistik menjadi lebih efisien. Sebab, kapal dari Papua tidak lagi kosong karena mengangkut hasil industri atau perkebunan.
Rencana pembangunan smelter di Papua, termasuk industri lainnya, didukung sumber energi. "Di Mimika, ada bendungan yang bisa menghasilkan listrik dalam kapasitas besar," katanya.
Hilirisasi
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariadi Sukamdani mengapreasiasi upaya pemerintah dalam divestasi saham PT Freeport Indonesia. "Yang jelas, dari segi keuntungan, akan masuk ke Indonesia. Selama ini keuntungan dibawa keluar, " katanya.
Penguasaan saham Freeport Indonesia oleh BUMN, lanjut Hariadi, dalam jangka panjang juga bermanfaat bagi Indonesia. Sebab, industri turunannya dan proses hilirisasi dapat dikembangkan di Indonesia.
Ia menyarankan, barang modal dan peralatan dalam operasional Freeport Indonesia hendaknya memprioritaskan produk dalam negeri. Dengan demikian, pelaku usaha atau industri dalam negeri dapat mendukung kegiatan Freeport Indonesia. (FER)