JAKARTA, KOMPAS-- Perusahaan rintisan bidang teknologi berupaya mencari alternatif sumber dana di pasar modal. Dana yang diperoleh dari penawaran saham perdana akan digunakan untuk memperluas lini bisnis dan jangkauan pasar.
Direktur Utama PT Kioson Komersial Indonesia Tbk, Jasin Halim, Rabu (3/10/2018), di Jakarta, memaparkan, dari dana tersebut, Kioson mengakuisisi PT Narindo Solusi Komunikasi, agregator kupon elektronik. Dampak lanjutannya, pendapatan perusahaan naik menjadi Rp 1,27 triliun, yang sumber utamanya dari produk digital.
Kioson melantai di Bursa Efek Indonesia setahun lalu, yakni pada 5 Oktober 2017. Pada perdagangan perdana, harga saham KIOS yang dibuka Rp 300 per lembar, menguat 50 persen menjadi Rp 450. Harga saham pada penutupan perdagangan kemarin Rp 2.950 per lembar.
Sampai dengan Juni 2018, jumlah kios yang menggunakan platform dalam jaringan ke luar jaringan milik Kioson bertambah menjadi 36.250 unit di 384 kabupaten/kota di Indonesia.
Selain Kioson, perusahaan rintisan bidang teknologi lain yang telah melantai di bursa saham adalah PT M Cash Integrasi Tbk. Pada 1 November 2017, MCAS mulai melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan harga Rp 1.385 per lembar saham. Harga per lembar saham pada penutupan perdagangan, Rabu, Rp 3.440.
Direktur Utama M Cash Integrasi, Martin Suharlie, menyebutkan, laba bersih pada semester I-2018 sebesar Rp 23,6 miliar. Adapun pendapatan tumbuh 317,6 persen atau menjadi Rp 809,9 miliar.
Menyusul
PT Yelooo Integra Datanet, pemilik merek produk modem wi-fi dan kebutuhan perjalanan wisata Passpod, berencana menawarkan saham perdana mencatatkan saham perdana di BEI pada akhir tahun ini. Passpod, menyusul usaha rintisan bidang teknologi yang lebih dulu menawrkan saham kepada publik, akan melepas sebanyak-banyaknya 130 juta lembar saham biasa atau setara 34,21 persen dari total modal yang ditempatkan.
Harga penawaran saham berkisar berkisar Rp 250-Rp 375 per lembar, dengan PT Sinarmas Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek.
Direktur Utama Passpod Hiro Whardana mengatakan, Passpod yang berdiri pada 2016 menyasar orang-orang Indonesia yang kerap bepergian ke luar negeri. Perangkat modemnya menggunakan teknologi kartu perdana berwujud elektronik sehingga mudah digunakan wisatawan saat berpindah-pindah negara.
Per Juni 2018, jumlah pengguna Passpod sebanyak 58.500 orang, yang 30 persen di antaranya tergolong loyal. Produk Passpod dapat digunakan di lebih dari 68 negara.
Hiro menambahkan, melalui penawaran saham perdana atau IPO, perusahaannya akan memperoleh dana untuk menambah modal. Kebutuhan modal ini antara lain untuk merealisasikan ambisi berekspansi kawasan regional.
"Dengan menjadi perusahaan terbuka, kami harap ekspansi ke luar negeri menjadi lebih mulus," ujarnya.
Ekosistem investasi
Secara terpisah, pengurus Asosiasi Modal Ventura untuk Start Up Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani berpendapat, perusahaan rintisan di bidang teknologi yang melantai di bursa saham akan berdampak positif terhadap ekosistem investasi perusahaan rintisan. Dampaknya akan dirasakan investor lokal yang selama ini belum atau sulit memiliki akses investasi di perusahaan rintisan teknologi.
Edward menambahkan, di belakang perusahaan modal ventura ada investor yang telah melakukan minimal investasi lebih dari 500.000 dollar AS per unit penyertaan. "Investor seperti itu biasanya bermain dalam kurun waktu rata-rata 5-10 tahun, lalu mereka baru bisa meraup dana serta keuntungan atau kerugian," kata Edward.
Dengan melantai di bursa saham, kebutuhan pendanaan perusahaan rintisan bidang teknologi dapat ditopang lebih baik. Hasil pengumpulan dana publik di bursa rata-rata menyangga 20 persen dari keperluan dana. "Namun, tergantung strategi masing-masing perusahaan rintisan itu," kata dia. (MED)