NUSA DUA, KOMPAS--Kementerian Keuangan meningkatkan daya tarik sukuk hijau dan obligasi hijau untuk memperdalam pasar keuangan. Pilihan investasi proyek ramah lingkungan dibuat semakin beragam sesuai kebutuhan setiap daerah.
Investasi sukuk hijau (green sukuk) dan obligasi hijau (green bond) dikhususkan untuk membiayai berbagai proyek ramah lingkungan. Hal itu sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan Perjanjian Paris yang diratifikasi Indonesia pada 2016. Negara yang meratifikasi perjanjian harus mengurangi produksi karbon dan mengatasi perubahan iklim.
“Bagi Indonesia sangat penting. Kami menyusun target bagaimana dapat berkontribusi dalam penyelamatan bumi. Instrumen investasi jadi pilihan dari sisi kebijakan pembiayaan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam dikusi bertema Pembiayaan Hijau untuk Pembangunan Berkelanjutan pada Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia 2018 di Bali, Selasa (9/10/2018).
Menurut Sri Mulyani, investasi berbasis lingkungan hidup banyak diminati. Oleh karena itu, pemerintah serius mendorong pertumbuhan ekonomi ramah lingkungan untuk menarik investor masuk ke pasar keuangan Indonesia. Daya tarik instrumen ditingkatkan melalui berbagai pilihan proyek investasi.
Sejauh ini, proyek yang paling diminati adalah penyediaan air bersih, energi terbarukan, dan transportasi ramah lingkungan.
“Pilihan proyek akan disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Di sisi lain, komitmen pemerintah daerah sangat penting untuk menjamin proyek berkelanjutan,” ujarnya.
Kemenkeu, melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) juga menerbitkan obligasi hijau berkelanjutan senilai Rp 3 triliun dengan nilai emisi Rp 500 miliar pada penyaluran tahap pertama. PT SMI menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang menerbitkan obligasi berwawasan lingkungan.
Direktur Utama PT SMI Emma Sri Martini mengatakan, obligasi hijau dari PT SMI diperdagangkan dalam pasar domestik berdenominasi rupiah. Selain untuk membiayai infrastruktur dalam negeri, obligasi dalam denominasi rupiah diyakini dapat memperkuat ketahanan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.
PT SMI juga menerbitkan sukuk Rp 1 triliun yang terdiri dua seri, yakni seri A dan seri B. Seri A memiliki jumlah pokok Rp 680 miliar dengan tenor 3 tahun dan akan jatuh tempo pada 6 Juli 2021. Sementara, Seri B berjumlah pokok Rp 320 miliar dengan tenor 5 tahun akan jatuh tempo pada 6 Juli 2023.
Secara terpisah, Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja menyampaikan, Obligasi Komodo senilai Rp 2 triliun yang diterima OCBC NISP dari International Finance Corporation (IFC), anggota kelompok Bank Dunia, akan digunakan untuk membiayai proyek berbasis lingkungan, terutama efisiensi energi dan energi terbarukan. Fasilitas pinjaman ditawarkan ke swasta dengan tenor 5 tahun.
Proyek
Untuk pertama kali, pemerintah menerbitkan sukuk hijau senilai 1,25 miliar dollar AS pada Maret 2018. Investasi digunakan untuk membiayai proyek lanjutan tahun 2016 dan proyek baru tahun 2018. Sukuk hijau ini menawarkan imbal hasil 3,75 persen dengan tenor 5 tahun. Indonesia juga menjadi salah satu pionir obligasi hijau di kawasan Asia Pasifik.
Pada 2018, proyek ramah lingkungan yang dibiayai melalui sukuk hijau dan obligasi hijau adalah rel ganda kereta api dari Jakarta ke Surabaya sepanjang 727 kilometer dan Bandara Tambolaka di Sumba, Nusa Tenggara Timur.
“Penerbitan sukuk hijau akan menjadi salah satu prioritas pemerintah pada 2019,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman.
Vice President and Treasurer Bank Dunia Arunma Oteh mengapresiasi kebijakan Indonesia yang menerbitkan sukuk hijau dan obligasi hijau. Hal itu menunjukkan komitmen pemerintah dalam menghalau ancaman perubahan iklim. Dalam 10 tahun terakhir, isu ramah lingkungan berkembang di dunia. (KRN)