NUSA DUA, KOMPAS — Bank Dunia memuji komitmen Indonesia dalam mengembangkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen dari total penggunaan energi hingga 2025. Langkah itu dinilai patut menjadi teladan dalam upaya internasional menurunkan emisi karbon untuk mengendalikan perubahan iklim global.
Chief Executive Officer Bank Dunia Kristalina Georgieva menyampaikan pujian itu dalam pernyataan bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di sela-sela Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018).
Georgieva sebelumnya melakukan kunjungan kehormatan kepada Wapres Jusuf Kalla dan berbincang mengenai banyak hal berkaitan dengan pembangunan, terutama soal mitigasi risiko dan pengendalian perubahan iklim.
”Itu hal yang Indonesia dapat banggakan. Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai 23 persen energi terbarukan pada 2025. Kami percaya Indonesia akan memenuhi komitmen itu,” kata Georgieva.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, penggunaan energi terbarukan menjadi prioritas, sementara energi berbasis fosil seperti solar dan batubara diminimalkan. Dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2018-2027, kontribusi energi baru terbarukan dalam bauran energi pembangkitan tenaga listrik ditargetkan mencapai 23 persen pada 2025.
Beberapa energi primer yang diharapkan meningkat kontribusinya adalah panas bumi, tenaga surya, tenaga angin, dan tenaga air. Sejumlah pembangkit dibangun dengan memanfaatkan energi baru terbarukan itu, antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru, Sumatera Utara, yang sedang dalam proses pembangunan serta PLTA Poso dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sindereng Rappang di Sulawesi Selatan.
Dalam Laporan Panel Ahli Perubahan Iklim Antarpemerintah (IPCC) yang dirilis pada Senin (8/10/2018) diungkapkan, pada 12-30 tahun ini kenaikan iklim 1,5 derajat harus mencapai puncak pada 2030 dan turun drastis hingga emisi netral (net zero emission) pada 2050 melalui mitigasi cepat oleh semua pihak di dunia (Kompas, 10/10/2018). Hal itu membuat penggunaan batubara harus turun 59-78 persen dari tahun 2010, minyak fosil turun 32-87 persen, dan energi terbarukan menyuplai 85 persen kebutuhan listrik global tahun 2050.
Dalam kesempatan yang sama, Wapres Kalla menegaskan, pemerintah akan terus memprioritaskan pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan. Proyek-proyek itu termasuk dalam Infrastruktur Strategis Ketenagalistrikan Nasional Program 35.000 Megawatt (MW) Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk memacu pemerataan pembangunan Indonesia.
”Kita utamakan (pembangkit) energi terbarukan,” kata Wapres. (DIM/HAM)