RPA Menjaga Kualitas hingga Terus Berinovasi
Kenaikan harga bahan baku, kenaikan upah pekerja, hingga kenaikan biaya sewa lahan tanpa kenaikan harga jual barang produksi tentu memusingkan para pengusaha. Tidak terkecuali bagi para pengusaha kecil dan menengah.
Dulu, manajemen PT Rachmat Perdana Adhimetal (RPA) yang bergerak di bidang produksi komponen untuk sepeda motor dan mobil juga merasakan hal serupa. Apalagi, sejak berdiri pada 1994 dengan tiga pegawai, perusahaan itu dikelola sendiri oleh pendiri dan pemiliknya, Syaeful Munir.
Bantuan dari para profesional baru datang pada 2013 saat Syaeful merekrut para profesional untuk membantunya mengembangkan usaha tersebut.
Untuk mengikuti perkembangan zaman, RPA pun membeli mesin-mesin canggih. ”Misalnya, dulu salah satu suku cadang harus dikerjakan dalam tujuh tahap dan memerlukan tenaga kerja hingga lima orang,” ujar Syaeful.
”Dengan robot dan mesin, pengerjaan cukup hanya satu tahap pada satu mesin dengan satu operator saja,” ujar Syaeful, ditemui pekan lalu di pabrik RPA di kawasan Perkampungan Industri Kecil Cakung, Jakarta Timur.
Menurut Syaeful, pembelian mesin jelas membutuhkan modal lebih besar. Namun, produktivitas meningkat pesat. ”Tanpa mesin, hanya diproduksi 500 unit suku cadang per jam. Dengan mesin, menjadi 3.000 unit setiap jam,” ujarnya.
Kini, RPA memproduksi lebih dari 300 jenis suku cadang motor dan mobil. Suku cadang itu dipasok ke PT Astra Honda Motor (52 persen produksi), PT Showa Indonesia Manufacture (24 persen produksi), dan beberapa pelanggan lain.
RPA, misalnya, membuat komponen dudukan jok motor, joint metal, bracket untuk pelat nomor motor, hingga sandaran tegak untuk motor Kawasaki.
Ternyata, merekrut profesional yang sudah bekerja puluhan tahun di industri manufaktur komponen kendaraan bermotor merupakan keputusan tepat.
”Biasanya, Pak Syaeful memikirkan semua hal sendirian, tetapi setelah ada kawan-kawan, beban pekerjaan terbagi dan produktivitas meningkat,” kata Plant Division Head RPA Zainal Abidin, yang telah berpengalaman dalam industri tersebut selama 40 tahun.
Menerapkan standar
Ketika para profesional sebelumnya berpengalaman di berbagai perusahaan, Syaeful mengakui, tidak mudah menyatukannya di RPA. Standar kerja perusahaan besar pun menjadi harus diterapkan di RPA.
Hal sederhana, misalnya, perilaku untuk meletakkan berbagai perlengkapan kerja dan peralatan pabrik pada tempatnya, atau memiliki pembukuan persediaan barang yang rapi.
”Dulu, ketika ada order, kadang dibilang tidak ada barang. Padahal, barangnya ada tetapi sulit ditemukan karena ditumpuk begitu saja,” ujar Zainal terkekeh.
Kini, rak-rak penyimpanan barang produksi sudah ditata rapi dilengkapi catatan. Setiap pelanggan memiliki rak sendiri sehingga para pekerja di gudang lebih mudah dan lebih cepat menemukan barang yang diperlukan.
Menjadi pemasok perusahaan besar seperti AHM juga memberikan banyak pengetahuan bagi RPA. Kemudian, RPA menjadi salah satu binaan dari Yayasan Dharma Bhakti Astra yang dibentuk oleh PT Astra International Tbk.
Perwakilan dari RPA pun rajin mengikuti berbagai pelatihan YDBA. Bahkan, RPA menjadi salah satu tujuan studi banding bagi UKM lain yang menjadi binaan YDBA. RPA juga sudah menjadi mitra perusahaan UKM lain yang juga binaan YDBA di Mojokerto.
Berbagai inovasi dan kemajuan yang dilakukan RPA menjadikannya penerima beberapa penghargaan, baik dari pemerintah maupun dari Astra.
Berkembang di segala lini
Ekspansi pun terus dikerjakan RPA untuk memperluas pabriknya. Awalnya, RPA menempati bangunan kecil di Kawasan Industri Pulogadung. Seiring bertambahnya permintaan, RPA membutuhkan area yang lebih luas lagi sehingga pindah ke PIK Cakung pada 2000.
Pabrik di PIK Cakung pun terus diperluas. Hingga akhirnya, RPA menambah pabrik di Cikarang.
Berawal dari tiga karyawan kini RPA memiliki 220 karyawan. Tidak hanya bergantung pada para profesional generasi pertama yang direkrut pada 2013, RPA juga sudah mempersiapkan generasi pengganti. ”Harus ada regenerasi,” kata Syaeful.
Untuk mencari pekerja baru, RPA rajin menyambangi sekolah kejuruan di sejumlah kota. Mereka juga berbagi kepada sekolah mengenai kebutuhan industri sehingga para lulusan SMK sudah siap pakai. Para siswa juga diberi kesempatan untuk magang selama beberapa bulan di RPA.
”Berbisnis manufaktur memang banyak tantangannya. Tetapi, saya melihatnya sebagai peluang. Saya sangat menjaga kualitas, ketepatan pengiriman, juga inovasi internal. Dengan begitu, pelanggan akan datang dengan sendirinya,” ujar Syaeful.
Dirinya juga sering mendengar saat ada perusahaan pemasok yang tidak tepat dalam pengiriman barang. Padahal, ketidaktepatan pengiriman barang menyebabkan pabrik perakitan tidak dapat berjalan karena ada komponen yang belum datang. ”Saya sangat menjaga ketepatan pengiriman. Juga kualitasnya,” kata Syaeful.
Walau telah mendapatkan banyak pesanan komponen kendaraan, Syaeful masih bermimpi untuk mendapatkan order komponen yang lebih besar lagi. Tidak hanya bicara nominal, tetapi juga menandakan kompetensi kerjanya dihargai.
Suara mesin pabrik terus menderu. Lempeng-lempeng baja pun dibentuk menjadi komponen kecil yang tidak dapat ditiadakan pada motor atau mobil. RPA pun terus berproduksi.