JAKARTA, KOMPAS--Beban utang luar negeri Indonesia dapat terus bertambah. Hal itu antara lain karena imbal hasil obligasi pemerintah semakin tinggi, proyek pembangunan infrastruktur yang masih berjalan di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dan penambahan utang untuk penanganan pemulihan pascabencana.
Menurut data Bank Indonesia, utang luar negeri Indonesia pada akhir Agustus 2018 sebesar 360,7 miliar dolar AS atau Rp 5.410, 5 triliun. Utang itu terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 181,3 miliar dolar AS dan utang swasta -termasuk BUMN- sebesar 179,4 miliar dolar AS. Utang luar negeri per Agustus itu tumbuh 5,14 persen dalam setahun.
Secara bulanan, posisi utang luar negeri pemerintah bertambah dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya karena ada penarikan bersih pinjaman, khususnya pinjaman multilateral, dan pembelian bersih Surat Berharga Negara (SBN) domestik oleh investor asing. Penarikan pinjaman antara lain dari Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk mendukung program Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan.
Sementara, utang luar negeri swasta pada Agustus 2018 meningkat 6,7 persen dalam setahun. Utang swasta itu terutama oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, serta sektor pertambangan dan penggalian.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara kepada Kompas, Selasa (16/10/2018), mengatakan, risiko utang luar negeri dapat dilihat dari rasio pembayaran utang (DSR) atau jumlah beban pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri jangka panjang yang dibagi dengan jumlah penerimaan ekspor. DSR Indonesia saat ini bertahan di atas 25 persen atau di atas ambang batas DSR aman yang ditentukan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.
“DSR yang naik itu menunjukkan kenaikan utang luar negeri tidak dibarengi kinerja ekspor sehingga kemampuan bayar utang luar negeri Indonesia menjadi berkurang,” kata Bhima.
Data BI menunjukkan, DSR tier-1 Tahunan Indonesia pada 2016 sebesar 35,35 persen, pada 2017 sebesar 25,61 persen, serta pada triwulan I dan II-2018 masing-masing 25,66 persen dan 25,36 persen.
Baru-baru ini, Indonesia mendapat pinjaman penanganan bencana dari Bank Dunia sebesar 1 miliar dollar AS, ADB 1 miliar dollar AS, dan Pemerintah Jepang 24 juta yen. Indonesia juga mendapat pinjaman dari Bank Dunia 400 juta dollar AS untuk menangani stunting.
Terkendali
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman dalam keterangan pers menyampaikan, perkembangan utang luar negeri Indonesia terkendali dengan struktur yang sehat.
Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde, mengatakan, utang yang meningkat bisa menimbulkan kerentanan. Utang global, menurut data IMF, mencatat rekor, yakni 182 triliun dollar AS. Nilai itu setara dengan 224 persen produk domestik bruto global (Kompas, 14 Oktober 2018). (HEN)