JAKARTA, KOMPAS - Organisasi Pertanian dan Pangan Internasional mengusung tema “Our Actions Are Our Future, A #ZeroHunger World by 2030 is Possible” pada peringatan Hari Pangan Sedunia. Tema ini dipilih sebagai upaya penghapusan kelaparan yang menjadi ancaman serius bagi kehidupan umat manusia di dunia.
Menyikapi hal tersebut, Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), dalam siaran pers Selasa (16/10/2018), menyambut baik upaya penghapusan kelaparan di dunia, sesuai dengan tema yang ditetapkan oleh Organisasi Pertanian dan Pangan Internasional (FAO) tersebut.
Penghapusan kelaparan di dunia itu bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan, hal ini sejalan dengan kebijakan FAO, terutama setelah terjadinya krisis pangan global pada tahun 2008 lalu. FAO menekankan pentingnya peran sentral petani dalam pertanian global sebagai aktor utama penghapusan kelaparan.
Henry memaparkan, petani menjadi aktor utama dalam menerapkan pertanian agroekologi, yakni sebagai suatu sistem pertanian yang menyeluruh dan mempertimbangkan aspek lingkungan, kesehatan, sosial, dan ekonomi masyarakat pertanian.
Sistem pertanian ini tidak menggunakan benih produksi perusahaan, pupuk dan obat-obatan kimia, tetapi menggunakan benih petani, pupuk dan obat-obatan alami yang ada disekitar tanah pertanian petani. Model pertanian ini juga menjadi solusi bagi ancaman perubahan iklim.
"Sebaliknya apabila FAO tidak bisa menghambat deras laju liberalisasi, privatisasi, dan deregulasi yang didorong IMF-World Bank atau aktor-aktor ekonomi internasional lainnya maka penghapusan kelaparan tidak akan terjadi di dunia," tegasnya.
Hal ini sudah disampaikan Henry dalam pidato pada World Food Summit di FAO Roma, Italia, tahun 2002, di hadapan para pemimpin negara. Saat itu ia menegaskan, kelaparan akan terus terjadi di dunia ini apabila petani diabaikan dan pangan diurus korporasi dan diserahkan kepada pasar.
Dalam konteks Indonesia, Henry mengatakan persoalan pangan dan kelaparan masih menjadi masalah utama yang mendesak harus diselesaikan. Tingginya angka impor pangan dan ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah menjadi problem utama ditegakkannya kedaulatan pangan di Indonesia.
Ia menuturkan di Indonesia, penghapusan kelaparan dapat dicapai apabila pemerintah Joko Widodo – Jusuf Kalla melaksanakan komitmennya dalam Nawacita untuk menyelesaikan konflik agraria, menjalankan reforma agraria dan mewujudkan kedaulatan pangan
Henry mengemukakan, dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria sebagai upaya mempercepat distribusi tanah seluas 9 juta hektar kepada petani dan rakyat tak bertanah dinilai dapat menjadi solusi atas permasalahan pangan di Indonesia.
“Sebagai upaya mewujudkan kedaulatan pangan, tanah-tanah obyek reforma agraria tersebut diperuntukkan sebagai tanaman pangan yang dibudidayakan secara agroekologis dan dikelola oleh koperasi-koperasi petani. Hal ini sebagai langkah awal mengubah pertanian di Indonesia,” katanya.
Ia menilai, jangan ada penundaan lagi, saatnya sekarang untuk segera mendistribusikan tanah-tanah tersebut kepada petani tak bertanah dengan melibatkan organisasi petani, dan peran aktif pemerintah daerah serta koordinasi yang kuat pemerintah pusat di bawah pantauan langsung presiden secara terus-menerus. (AGUIDO ADRI)