JAKARTA, KOMPAS--Komoditas garam rakyat perlu didorong sebagai pengganti impor garam untuk memenuhi kebutuhan industri. Apalagi, saat ini sejumlah petambak garam mulai meningkatkan kualitas garam.
Namun, tata kelola garam perlu dibenahi. Adapun harga patokan pemerintah perlu ditetapkan agar harga garam rakyat terjamin pada saat panen.
Tahun ini, musim panen garam berlangsung mulai Juni, yang diperkirakan berakhir pada November.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur Muhammad Hasan mengemukakan, harga garam di tingkat petambak relatif stabil, yakni Rp 1.450 per kilogram (kg) untuk harga tertinggi.
Produksi garam di Jawa Timur mencapai 1 juta ton.
Menurut Hasan, produksi garam rakyat -yang kualitasnya semakin baik- mestinya diimbangi dengan perlindungan dari pemerintah. Dengan cara itu, garam dari petambak bisa dijadikan substitusi garam impor.
Di tengah kondisi nilai tukar dollar AS terhadap rupiah yang meningkat, garam rakyat berpeluang mengisi pasar garam impor. Sebab, harga garam impor semakin tinggi seiring penguatan dollar AS.
“Garam rakyat bisa disubstitusi untuk memenuhi kebutuhan industri sehingga menekan impor,” katanya.
Pemerintah menargetkan produksi garam nasional tahun ini sebanyak 1,5 juta ton. Pada 2017, produksi garam nasional sebanyak 1,11 juta ton atau hanya 34 persen dari target produksi yang sebesar 3,2 juta ton.
Hasan menambahkan, sejumlah petambak garam kini sudah mulai mengadopsi teknologi geoisolator untuk menghasilkan garam berkualitas, sehingga nilai jualnya membaik. “Pabrik pengguna bahan baku garam diharapkan memiliki kemauan baik untuk menyerap garam rakyat sebagai substitusi impor garam. Secara bertahap, kualitas garam rakyat terus membaik,” ujarnya.
Menyerap
Sekretaris Umum Badan Pengurus Pusat Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara mengatakan, pihaknya berkomitmen menyerap garam rakyat.
"Sampai dengan akhir September 2018, penyerapan garam rakyat oleh anggota AIPGI mencapai 459.000 ton," kata Cucu Sutara ketika dihubungi, Rabu.
Cucu menuturkan, angka serapan garam rakyat itu hanya yang dilakukan sembilan perusahaan skala besar anggota AIPGI, yang selama ini mendapat izin impor. Jumlah itu belum termasuk serapan garam oleh anggota AIPGI yang skalanya lebih kecil atau yang belum tergabung dalam AIPGI.
Cucu menambahkan, penyerapan garam rakyat hingga akhir Oktober 2018 diperkirakan 600.000-650.000 ton.
"Target penyerapan garam 2018 sekitar 1,5 juta ton. Akan tetapi, ini tergantung ketersediaan produksi yang dihasilkan petambak garam," katanya.
Dia menambahkan, masih ada waktu untuk menyerap garam hingga akhir musim panen garam. Sejauh ini, pihaknya tidak pernah membicarakan rencana impor, karena masih berkomitmen untuk menyerap garam rakyat. "Garam yang dihasilkan petambak garam akan kami habiskan dulu," katanya.
Terkait garam industri, Cucu mengatakan, hingga saat ini produksi yang dihasilkan petambak garam belum memenuhi kebutuhan garam industri secara maksimal. "Pemerintah tentu harus melihat keberlangsungan usaha industri besar pengguna garam yang selama ini memakai bahan baku dengan standar atau kualifikasi khusus," ujar Cucu. (LKT/CAS)