JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan upah minimum 2019 sebesar 8,03 persen dari upah minimum 2018 dikhawatirkan tidak dapat mendorong produktivitas dan kesejahteraan pekerja Indonesia. Besaran kenaikan tersebut relatif kecil jika dibandingkan dengan kenaikan biaya hidup.
”Kenaikan upah 8,03 persen justru mendorong ketimpangan pendapatan para pekerja di Indonesia menjadi semakin tajam,” kata Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia, yang juga aktivis Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Andy William Sinaga, Kamis (18/10/2018) di Jakarta.
Menurut Andy, daya beli buruh akan tetap, bahkan cenderung menurun. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah alternatif, seperti mendukung pendirian koperasi buruh yang menyediakan kebutuhan pokok pekerja di setiap perusahaan. Langkah yang juga bisa diupayakan adalah meningkatkan kualitas pelayanan jaminan sosial serta memprioritaskan buruh untuk memperoleh akses pendidikan, transportasi, kesehatan, dan perumahan murah.
Peringkat produktivitas pekerja Indonesia, berdasarkan data Asian Productivity Organization (APO), di peringkat ke-11 di Asia. Adapun di ASEAN, posisi Indonesia di peringkat ke-4, yakni di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anton J Supit menyampaikan, pihaknya cenderung tidak ingin mempersoalkan besaran kenaikan upah minimum. Hal ini karena ia mempertimbangkan kondisi perekonomian saat ini. Hal yang perlu dijaga adalah lapangan kerja agar jangan hilang. ”Bahkan, kalau bisa menambah lapangan kerja baru,” kata Anton.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, per Februari 2018, ada 127,07 juta penduduk bekerja. Jumlah ini meningkat dari 124,54 juta orang pada Februari 2017. Sementara itu, jumlah penganggur pada Februari 2018 sebanyak 6,87 juta orang atau berkurang dari Februari 2017 yang sebanyak 7,01 juta orang.
Menurut Anton, ketersediaan lapangan kerja merupakan hal serius karena berkaitan langsung dengan daya beli. Kenaikan upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi juga bertujuan mempertahankan daya beli para pekerja.
”Upah minimum yang diatur pemerintah adalah upah minimum yang berlaku setahun bagi pekerja lajang. Upah minimum ini semacam jaring pengaman untuk mencegah agar jangan sampai pengusaha atau pemberi kerja sewenang-wenang dalam memberikan upah,” kata Anton. (CAS)