Dalam sebuah kesempatan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah meminta kepada Menteri Pariwisata Arief Yahya agar Taman Nasional Tanjung Puting, Kabupaten Kotawaringin Barat, menjadi destinasi pariwisata prioritas. Dengan kata lain, menjadi tujuan pariwisata ‘Bali Baru’.
Alasannya, dari 10 tujuan wisata Bali Baru yang ditetapkan pemerintah, tidak ada satu pun berlokasi di Kalimantan. Selain itu, tidak ada yang berupa Taman Nasional.
Sepuluh destinasi Bali Baru adalah Danau Toba (Sumatera Utara), Tanjung Kelayang (Bangka), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Morotai Maluku Utara, dan Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur). Ada juga Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Tanjung Lesung (Banten), Borobudur (Jawa Tengah), serta Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur).
”Taman Nasional Tanjung Puting bisa jadi destinasi prioritas Bali Baru di Kalimantan dengan daya tarik alam hutan tropis sebagai habitat asli orang utan di Indonesia,” kata Ketua Tim Percepatan Pembangunan Kalimantan Tengah (Kalteng) Laksamana TNI (Purn) Marsetio, yang juga menjadi Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Pengembangan dan Pengamanan Wisata Bahari, Ekosistem, Petualangan, dan Obyek Vital Wisata Nasional, beberapa waktu lalu.
Saat ini, akses menuju TN Tanjung Puting didukung tiga bandara, yaitu di Palangkaraya (ibu kota Kalteng), Pangkalan Bun (Kotawaringin Barat), dan Kantingan.
Kedatangan wisatawan ke Tanjung Puting terus meningkat. Pada 2011, sebanyak 8.546 wisatawan datang ke taman nasional itu. Pada 2015, jumlahnya meningkat menjadi 12.564 orang. Pada 2016, naik menjadi 15.106 orang dan pada 2017 melonjak menjadi 24.693 orang.
Dari jumlah wisatawan yang berkunjung itu, wisatawan mancanegara (wisman) lebih dominan. Pada 2015, wisman yang datang sebanyak 9.767 orang; Adapun pada 2016 sebanyak 8.942 orang dan 2017 sebanyak 14.933 orang.
Perahu
Untuk mencapai TN Tanjung Puting, wisatawan harus menuju Pelabuhan Kumai terlebih dulu. Perjalanan dilanjutkan menggunakan perahu klotok, menyusuri Teluk Kumai dan Sungai Sekonyer, selama lebih kurang 2,5 jam. Setelah tiba di dermaga Pesalat, wistawan mesti berjalan kaki melintasi hutan tropis.
Perahu klotok tersebut berupa perahu kayu yang dioperasikan masyarakat lokal. kapal ada yang dimodifikasi menjadi serupa motel di atas sungai, karena dilengkapi kamar tidur, dapur, dan kamar mandi.
Untuk menjamin keamanan pelayaran dan wisatawan yang menggunakan kapal klotok itu, tahun ini Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kumai mengupayakan sejumlah hal, di antaranya mengukur kapal. Langkah lain adalah mendaftar kapal tradisional. KSOP telah menerbitkan 250 sertifikat pengukuran kapal.
Rencananya, kegiatan itu akan terus dilakukan, hingga seluruh kapal yang beroperasi di Pelabuhan Kumai mendapat sertifikat pengukuran kapal. Setidaknya, ada 500 unit kapal di pelabuhan itu.
Sertifikat keselamatan kapal dan pelaut baru diberikan setelah kapal memenuhi seluruh persyaratan dan pelaut mendapat pelatihan keselamatan. Sebanyak 250 jaket pelampung dibagikan kepada pemilik perahu, untuk melengkapi sara perahu klotok.
”Sejak Mei 2018, KSOP Kumai telah menerbitkan 250 sertifikat pengukuran. Kegiatan ini masih terus berlanjut dilakukan oleh Kantor KSOP Kelas IV Kumai hingga akhir tahun ini," kata Kepala Kantor KSOP Kelas IV Kumai, Capt Wahyu Prihanto.
Kelestarian
Setelah keselamatan di perjalanan, bagaimana keselamatan di TN Tanjung Puting? Untuk keselamatan di hutan tropis ini, sebenarnya bukan hanya keselamatan para turis yang mesti dijaga. Keselamatan satwa penghuni hutan juga harus dijaga.
Satwa itu di antaranya orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), bekantan (Nasalis larvatus), owa kalimantan (Hylobates albibarbis), dan beruang madu (Helarctos malayanus). Ada juga berbagai jenis burung dan tumbuhan.
Oleh karena itu, kemampuan menjaga kelestarian flora dan fauna di TN Tanjung Puting harus benar-benar mumpuni. Keinginan menjadikan TN Tanjung Puting sebagai destinasi wisata Bali Baru ke-11 juga harus diimbangi dengan kemampuan menjaga taman nasional nan luar biasa itu. (M Clara Wresti)