JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Bank Indonesia untuk menahan suku bunga acuan saat ini dinilai sebagai langkah yang tepat. Depresiasi nilai tukar rupiah masih terkendali jika dibandingkan dengan emerging countries lainnya.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, Selasa (23/10/2018), memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen. Dengan demikian, suku bunga deposit facility masih sebesar 5 persen dan suku bunga lending facility sebesar 6,5 persen.
Sebelumnya, kenaikan BI7DRR dilakukan BI sepanjang 2018 untuk mengimbangi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve System.
Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Febrio Kacaribu di Jakarta, Selasa, mengatakan, depresiasi rupiah relatif terkendali dalam jangka pendek. Selain itu, tren inflasi juga masih rendah.
”Saat ini terjadi paradoks karena depresiasi rupiah tersebut diikuti oleh deflasi bulanan selama dua bulan berturut-turut,” kata Febrio melalui keterangan tertulis. Deflasi terjadi akibat kenaikan suku bunga yang menahan konsumsi barang.
Menurut dia, tekanan terhadap rupiah akan terus terjadi karena defisit transaksi berjalan. Selain itu, di ranah global terjadi tren pengetatan kebijakan moneter.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah melemah menjadi Rp 15,208 per dollar AS. Sepanjang 2018, rupiah telah menyentuh kisaran Rp 15.000 sejak awal Oktober 2018.