JAKARTA, KOMPAS — Kamar Dagang dan Industri Uni Eropa dan Indonesia bekerja sama menerapkan ekonomi sirkular untuk menumbuhkan ekonomi secara berkelanjutan. Salah satu bentuknya adalah proyek penanganan sampah plastik industri secara terintegrasi dalam sistem rantai pasok global.
Hal itu mengemuka dalam diskusi terbatas menyambut EU-Indonesia Business Dialogue (EIBD) 2018, ”Circular Economy: Maximizing Business Through Sustainable Practices” di Jakarta, Senin (22/10/2018). EIBD akan dilaksanakan di Jakarta pada 25 Oktober 2018.
Pembicara dalam diskusi itu antara lain Policy Officer for ASEAN and South East Asia at European Commission Katarina Grgas Brus, Deputy Head of Permanent Committee for Europe from Kadin and Apindo Yono Reksoprodjo, Climate Change and Environment Counselor Europe Union (EU) Michael Bucki, dan Chairman at European Chambers of Commerce (EuroCham) Indonesia Mark Magee.
Ekonomi sirkular merupakan model pembangunan ekonomi berkelanjutan yang mengedepankan lingkungan dan sosial. Fokus ekonomi sirkular antara lain pada daur ulang produk, efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, perpanjangan masa pakai produk, kesejahteraan masyarakat, dan pengurangan sampah.
Katarina mengatakan, salah satu strategi mencapai ekonomi sirkular adalah penerapan proyek pengelolaan limbah plastik industri secara cerdas, inovatif, dan berkelanjutan. Kegiatan yang bisa dilakukan antara lain menggunakan kembali atau mendaur ulang sampah-sampah plastik yang terintegrasi dalam rantai produksi dan pasok global.
Proyek itu diharapkan meningkatkan pertumbuhan, pekerjaan, nilai tambah, dan efisiensi usaha. Menurut penghitungan Uni Eropa, penerapan ekonomi sirkular di Uni Eropa dapat menghemat pengeluaran perusahaan-perusahaan senilai total 600 miliar euro, menciptakan 580.000 lapangan kerja, dan mengurangi emisi karbon sebanyak 450 juta ton pada 2030.
”Salah satu pilar strategi itu adalah penguatan inovasi melalui Program Penelitian dan Inovasi Uni Eropa. Sampai dengan 2020, Uni Eropa akan menambah investasi 100 juta euro untuk inovasi pengolahan plastik dari yang telah diinvestasikan hingga kini sebesar 250 juta euro,” katanya.
Yono mengemukakan, pengembangan ekonomi sirkular di Indonesia perlu diawali dengan mengubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat. Konsep itu juga dapat diterapkan untuk membangun ekowisata di Indonesia, tidak hanya di Bali, tetapi juga daerah-daerah lain, seperti di Sumba dan Papua.
Di sektor industri, penerapan ekonomi sirkular berpotensi membuat industri semakin efisien. Industri nasional juga dapat meningkatkan standardisasi produk sesuai dengan standardisasi UE sehingga membuat daya saing industri meningkat.
Sementara Mark Magee mengemukakan, pengelolaan limbah plastik sangat penting dalam lingkup rantai pasok global, terutama di industri ritel. Inovasi berbasis teknologi perlu dilakukan, mulai dari produksi hingga pengemasan produk agar tidak menghasilkan terlalu banyak limbah.