Tapera Diharapkan Jadi Solusi Pembiayaan Perumahan
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Beroperasinya Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera, sebagaimana amanat Undang-undang 4/2016 tentang Tapera, diharapkan jadi solusi pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Tapera merupakan sistem pembiayaan perumahan dengan cara menghimpun dana jangka panjang.
Direktur Pendayagunaan Sumber Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Adang Sutara dalam diskusi di Jakarta, Senin (22/10/2018) menyatakan, Tapera didesain menjadi sumber pembiayaan utama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. "Saat pemanfaatannya nanti diharapkan bunga pinjaman tetap 5 persen seperti bunga skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sekarang," ujarnya.
Pada tahap awal, target peserta Tapera adalah aparatur sipil negara (ASN), kemudian TNI dan Polri. Tahun depan Tapera diharapkan telah menjangkan 6,7 juta peserta dari ASN, TNI/Polri, BUMN, dan BUMD. Sementara pekerja swasta atau formal diberi waktu selambatnya 7 tahun sejak Badan Pengelola (BP) Tapera beroperasi. Selain struktur lembaga, pemerintah tengah merampungkan sejumlah regulasi bagi operasi BP Tapera.
Melalui Tapera, pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah akan dibiayai dari iuran peserta Tapera sebesar 3 persen yang terdiri 2,5 persen dari pekerja dan 0,5 persen dari pemberi kerja. Besaran iuran tersebut dimungkinkan untuk dievaluasi dalam waktu periode tertentu dan dapat diubah melalui peraturan pemerintah.
Meskipun saat ini BP Tapera belum beroperasi karena Komisioner beserta empat deputinya belum ditetapkan, namun pemerintah telah menganggarkan Rp 2,5 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019. Anggaran itu dimaksudkan sebagai modal awal atau semacam dana abadi yang hasil kelolaannya digunakan sebagai dana operasional BP Tapera. Selain itu, dana kelolaan sekitar 4,5 juta orang ASN yang sebelumnya menjadi peserta Bapertarum sebesar Rp 9 triliun otomatis menjadi dana kelolaan BP Tapera.
Menurut Adang, untuk skema pembiayaan yang sedang berjalan sekarang, seperti FLPP dan subsidi selisih bunga, ke depan akan dilebur ke dalam BP Tapera. Saat ini akumulasi dana di dalam skema FLPP mencapai Rp 30 triliun.
“Skema-skema tersebut harusnya sudah selesai ketika BP Tapera beroperasi. Jadi BP Tapera adalah pintu gerbang utama dalam rangka pembiayaan perumahan. Arahnya ke sana,” ujar Adang.
Dalam forum itu pula Adang mengatakan, meskipun BPJS Ketenagakerjaan memiliki manfaat layanan tambahan untuk perumahan, namun tidak secara khusus ditujukan bagi peserta yang tergolong berpenghasilan rendah. Sementara, melalui BP Tapera, para pekerja mandiri atau informal juga diajak untuk menjadi peserta.
Pada kesempatan itu, Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ruslan Prijadi mengatakan, jika nanti BP Tapera terbentuk, maka teknologi informasi mesti dimanfaatkan secara maksimal. Sebab, teknologi informasi bisa mendorong tata kelola yang efisien serta mendukung transparansi bagi masyarakat, terutama peserta.
“Biasanya di Indonesia, upaya pengumpulan dana mudah. Tapi begitu menyalurkan ke peserta sulit. Bagaimana mengelola dana sebesar itu agar hak-hak peserta terlindungi,” kata Ruslan.
Selain itu, lanjut Ruslan, BP Tapera mesti berupaya agar pekerja mandiri yang termasuk masyarakat berpenghasilan rendah mau untuk menjadi peserta Tapera. Sebab, merekalah sasaran sebenarnya dari Undang-Undang Tapera. Untuk itu, perlu kerja sama dengan pemerintah daerah.
Secara terpisah, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, dirinya sudah menerima beberapa nama yang lolos seleksi. Kemudian, dirinya bersama empat anggota Komite Tapera yang lain akan memilih dua nama calon untuk masing-masing jabatan, yakni Komisioner dan empat Deputi Komisioner BP Tapera. nama-nama tersebut akan diajukan ke Presiden untuk kemudian dipilih dan ditetapkan. “BP Tapera akan beroperasi tahun ini,” kata Basuki (NAD)