SURABAYA, KOMPAS – Kementerian Perindustrian akan mengevaluasi kerja sama perdagangan dengan Dubai. Evaluasi dilakukan untuk mendorong penurunan tarif bea masuk produk perhiasan yang masih tinggi sehingga menurunkan daya saing.
“Mohon maaf, sampai saat ini kami belum dapat memfasilitasi penurunan bea masuk produk perhiasan ke Dubai dan Turki,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih, seusai pembukaan Pameran Internasional Perhiasan Surabaya, Kamis (25/10/2018).
Sejak 1 Januari 2017, Dubai memberlakukan kenaikan tarif bea masuk perhiasan dari Indonesia yang semula sebesar 0,03 persen menjadi 5,7 persen. Padahal, Dubai menyumbang sekitar 30 persen ekspor produk perhiasan Indonesia.
Hal itu dikeluhkan Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata Indonesia karena membuat Indonesia kalah dalam daya saing dengan negara tetangga, seperti Singapura yang tidak dikenai bea masuk ekpor ke Dubai. Beberapa pengusaha perhiasan akhirnya menjual produknya ke Singapura yang diteruskan ke Dubai. Cara ini dinilai tidak terlalu menguntungkan Indonesia karena keuntungan tidak sebesar jika diekspor langsung ke Dubai.
Gati mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi kerja sama perdagangan dengan Dubai untuk menurunkan tarif bea masuk perhiasan ke Dubai menjadi 0 persen. Kementerian Perindustrian akan mengajak Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi peluang dan tantangan dari kerja sama perdagangan tersebut.
Untuk menurunkan tarif bea masuk hingga 0 persen, hanya bisa dilakukan melalui perjanjian perdagangan bebas. Namun, tidak hanya perhiasan, semua komoditas perdagangan kedua negara tidak akan dikenai bea masuk. “Kami akan menghitung nilai ekspor dan impor dengan Dubai agar Indonesia tidak dirugikan setelah melakukan perjanjian perdagangan bebas,” ujarnya.
Upaya menurunkan bea masuk produk perhiasan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan ekpor. Di tengah kondisi ketidakpastian global yang meningkat, peningkatan ekspor menjadi salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk menjaga perekonomian dalam negeri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata Indonesia, Iskandar Husein, menambahkan, sejauh ini pemerintah sudah mendorong industri perhiasan untuk lebih maju melalui kebijakan-kebijakannya seperti bea masuk 0 persen untuk bahan baku intan dan gemstone.
Namun, tingginya bea masuk produk perhiasan ke Dubai masih menjadi hambatan tersendiri untuk meningkatkan ekpor. Untuk menyiasatinya, mereka mengekspor terlebih dahulu ke Singapura karena bea masuk 0 persen. Setelah itu, produk baru diekpor oleh Singapura ke Dubai.
“Kami mendorong terbukanya pasar ekspor baru,” katanya.
Gubernur Jatim Soekarwo menuturkan, potensi pertumbuhan industri perhiasan emas di Jatim amat tinggi. Jumlah pelaku industri ini meningkat dalam dua tahun terakhir. Industri besar bertambah dari 11 unit menjadi 26 unit, sedangkan industri kecil dan menengah naik dari 1.200 unit menjadi 1.854 unit.
“Sekitar 50 persen industri perhiasan di Indonesia berada di Jatim. Tersebar di 11 kabupaten/kota, seperti Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Malang, Lamongan, Pasuruan, Lumajang dan Pacitan,” ujarnya. (SYA)