SEMARANG, KOMPAS - Usaha mikro, kecil, dan menengah terus berkembang pesat, tapi laporan arus kas belum tertangani optimal. Padahal, ini syarat untuk berkembang.
Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk di Jawa Tengah, perlu membenahi manajemen keuangan, termasuk laporan arus kas keuangan (cash flow) usaha. Hal itu sebagai salah satu syarat untuk memperoleh akses perbankan demi upaya pengembangan usaha.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jateng Ema Rachmawati mengatakan, ada sekitar 4,1 juta pelaku usaha (UMKM dan besar) di Jateng dan 98 persen di antaranya adalah usaha mikro dan kecil. Dari jumlah itu, baru 25 persen yang mengakses perbankan melalui program kredit usaha rakyat (KUR).
”Padahal, ini bisa dioptimalkan. Selama ini, salah satu kendala adalah minimnya jejak keuangan usaha. Bank membutuhkan untuk pertimbangan pemberian pinjaman,” ujar Ema di sela-sela Pelatihan Manajemen Usaha dan Keuangan UMKM oleh Perum Jamkrindo, di UMKM Center Jateng, Kota Semarang, Kamis (25/10/2018).
Menurut Ema, karakteristik mayoritas UMKM, antara lain, belum ada jejak keuangan yang jelas. Bahkan, manajemen ekonomi usaha dan rumah tangga seperti keperluan makanan, pendidikan, serta biaya pengobatan tak dipisahkan. Akibatnya, mereka kesulitan menghitung ketika ada kebutuhan yang meningkat.
”Saat tidak bisa memenuhinya sendiri, maka perlu pinjaman dari bank. Karena itu, syarat adanya jejak keuangan harus dipenuhi. Paling tidak, cash flow-nya terlihat, seperti dengan menulis manual. Menggunakan sistem, seperti menabung di bank, akan lebih baik,” kata Ema.
Untuk itu, Dinas Koperasi dan UMKM Jateng memberi pendampingan dalam studi kelayakan usaha, manajemen, hingga pembiayaan. Termasuk memfasilitasi UMKM bertemu dengan perbankan serta lembaga seperti Jamkrindo dan Jamkrida.
Ema berharap, aplikasi penyusunan administrasi keuangan bagi UMKM, seperti Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (Siapik), yang diluncurkan Bank Indonesia, dapat diterapkan secara luas. ”Aplikasi ini sangat sederhana dan mudah bagi UMKM. Ini bisa digunakan untuk menyusun jejak keuangan usaha,” ucapnya.
Pemeringkatan UMKM
Perum Jamkrindo juga gelar pelatihan manajemen usaha dan keuangan sekaligus pemeringkatan UMKM di Semarang. Jamkrindo menjemput bola dengan menyeleksi UMKM. Selama ini, pola yang digunakan adalah Jamkrindo menunggu permohonan dari bank, setelah calon debitor mengajukan kepada bank itu.
Kepala Divisi Manajemen Risiko, Pemeringkatan UMKM, dan Konsultasi Manajemen Perum Jamkrindo Ceriandri Widuri mengaku menggandeng pemerintah daerah dan asosiasi.
”Kami kumpulkan, lalu kami beri skor, seperti mana UMKM yang belum dan sudah layak untuk dibiayai, begitu juga yang masih perlu didampingi,” kata Ceriandri.
Langkah itu dilakukan karena UMK tergolong terbanyak dalam penjaminan oleh Jamkrindo. Banyak produk usaha rumahan yang berkualitas dan perlu terus didorong untuk berkembang. Pemeringkatan telah dirintis pada 600 UMKM di Jabodetabek pada 2016.
”Selain Semarang, akan dilakukan juga di Aceh, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Samarinda. Kami targetkan 1.200 UMKM,” katanya. (DIT)