Ekspor RI Terancam Turun
JAKARTA, KOMPAS
Ekspor produk minyak sawit dan produk turunannya dari Indonesia ke pasar India terancam turun. Produk minyak sawit Indonesia dipastikan kalah bersaing dengan produk minyak sawit dari Malaysia.
Pemerintah India berencana menurunkan tarif Bea Masuk produk ekspor minyak sawit dari Malaysia karena Malaysia sudah menjalin kerja sama perdagangan bebas secara bilateral dengan India.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono di Jakarta, Minggu (28/10/2018). "Saya baru dapat informasi bahwa India akan menurunkan tarif bea masuk produk sawit dari Malaysia karena Malaysia sudah menjalin perjanjian perdagangan bebas dengan India," kata Joko.
Menurut Joko, pemerintah India merencanakan menurunkan tarif Bea Masuk produk minyak sawit (crude palm oil/CPO) dari Malaysia dari 44 persen menjadi 40 persen dan produk turunannya, RBD palm olein dari 54 persen menjadi 45 persen pada Januari 2019.
Tarif bea masuk produk minyak sawit dari Indonesia, lanjut Joko, tidak diturunkan karena Indonesia belum menjalin kesepakatan kerja sama perdagangan bebas dengan India. Dengan kondisi itu, India dipastikan akan mengimpor lebih banyak produk sawit dan turunannya dari Malaysia daripada Indonesia sehingga produk sawit Indonesia akan kalah bersaing.
Oleh karena itu, menurut Joko, agar produk sawit Indonesia tetap dapat bersaing dengan produk sawit dari Malaysia, untuk jangka pendek, pemerintah perlu menurunkan pungutan ekspor produk minyak sawit. "Untuk jangka pendek, solusi paling efektif pungutan ekspor diterapkan lebih fleksible. Artinya, pungutan ekspor diturunkan sementara waktu," katanya.
Untuk jangka menengah, menurut Joko, pemerintah perlu segera merealisasikan kesepakatan kerja sama perdagangan bebas dengan India secara bilateral. Apalagi, India merupakan pasar potensial produk ekspor, terutama produk minyak kelapa sawit dan turunannya.
Dari data Gapki, volume ekspor produk CPO dan turunannya pada 2017 sebesar 31,05 juta ton dengan nilai 22,9 miliar dollar AS. Dari volume ekspor sebanyak 31,05 juta ton, ekspor terbesar ke India, yaitu 7,62 juta ton, kemudian ke Uni Eropa sebanyak 5,02 juta ton. China 3,73 juta ton, Afrika 2,28 juta ton, dan Pakistan 2,21 juta ton.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menilai, jika terjadi penurunan ekspor produk sawit ke India karena ada perbedaan tarif bea masuk dengan produk sawit dari Malaysia, hal itu dapat berdampak pada daya beli masyarakat.
"Kalau ekspor CPO turun ke pasar India, hal itu dapat berdampak pada pendapatan petani. Pendapatan petani bisa turun," kata Adhi. Pendapatan petani yang menurun, apalagi dengan harga CPO yang masih rendah, dapat mengakibatlan daya beli petani atau masyarakat juga berkurang. Penurunan pendapatan dari Industri juga bisa terjadi.
Adhi menilai, negara seperti Malaysia. Vietnam, dan Thailand cukup agresif dalam menjalin kerja sama perdagangan bebas dan menarik investasi. "Indonesia kalah dengan mereka," katanya. (FER)