NUSA DUA, KOMPAS - Kerja sama antarnegara diperlukan dalam menerapkan prinsip keberlanjutan pada kelautan dan perikanan. Melalui Konferensi Kelautan, Our Ocean Conference atau OOC 2018, Indonesia mengajak dunia internasional bergandengan tangan menerapkan prinsip itu sebagai bentuk revolusi mental global.
Indonesia juga menegaskan tekad untuk menjadi poros kekuatan maritim dunia.
”OOC harus menjadi revolusi mental tingkat global dalam mengelola laut," kata Presiden Joko Widodo di Nusa Dua, Bali, Senin (29/10/2018).
Revolusi mental dapat terwujud dengan menerapkan prinsip keberlanjutan dalam tata kelola kelautan dan perikanan.
Presiden menyatakan, untuk mewujudkan rencana itu dalam aksi konkret, diperlukan kerja sama dan kemitraan antarnegara dan pemangku kebijakan. Kerja sama antarnegara yang belum optimal itu antara lain terindikasi dari kasus perikanan yang ilegal, tidak teregulasi, dan tidak terlaporkan (illegal, unregulated, unreported/IUU).
Presiden Joko Widodo menambahkan, rata-rata kerugian dunia akibat kasus perikanan IUU mencapai 26 juta ton ikan atau setara dengan 10 miliar dollar AS-23 miliar dollar AS per tahun. Oleh sebab itu, Presiden mengharapkan, dunia bergandengan tangan dalam mengelola laut secara berkelanjutan.
"Saya mendorong OOC dapat meningkatkan sinergi antarnegara," ujarnya.
Mantan Menteri Luar Negeri AS dan penggagas OOC John F Kerry berpendapat, Indonesia memiliki kepemimpinan dalam menegakkan kasus perikanan ilegal. Dunia mulai menyadari kerugian-kerugian dari tindak pidana perikanan.
John Kerry berharap, kesadaran itu mengikat negara-negara dalam perjanjian atau hukum internasional untuk menegakkan tata kelola kelautan berkelanjutan. "Prosesnya memerlukan perincian dari aturan dan penerapannya, mekanisme penegakan, serta transparansi antarnegara," katanya, saat ditemui secara terpisah.
Prinsip berkelanjutan
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, Indonesia tengah memperjuangkan penerapan prinsip berkelanjutan dalam kelautan dan perikanan. Diharapkan, setiap pihak akan diuntungkan, terutama nelayan.
Sementara itu, Chief Executive Officer Marine Stewardship Council (MSC) Rupert Howes berpendapat, Indonesia perlu ambil bagian dalam sertifikasi produk perikanan berkelanjutan. "Indonesia sudah menunjukkan ketegasannya dalam menindak perikanan ilegal. Untuk memperkuat penegakan itu, sertifikasi produk perikanan dapat menjadi bukti penerapan prinsip keberlanjutan," katanya.
MSC sudah menyertifikasi sekitar 33.000 produk perikanan dari 112 negara. Rupert mengatakan, angka ini menunjukkan ada pasar terhadap produk perikanan bersertifikasi berprinsip keberlanjutan di tingkat global.
Dalam menilai produk untuk sertifikasi, tim peninjau menitikberatkan pada praktik penangkapan ikan yang tidak melanggar aturan perikanan ilegal, tidak merusak ekosistem laut, tidak berlebihan, serta dikelola secara efektif dan efisien.
Program Manager MSC Indonesia Hirmen Syofyanto mengatakan, belum ada produk perikanan Indonesia yang tersertifikasi. (JUD)