JAKARTA, KOMPAS--Laba bersih PT Astra International Tbk periode per akhir September 2018 sebesar Rp 17,1 triliun atau tumbuh 21 persen secara tahunan. Sementara, pendapatan bersih konsolidasi grup pada Januari-September 2018 tumbuh 16 persen menjadi Rp 174,9 triliun.
Pertumbuhan pendapatan terjadi pada hampir semua segmen, terutama segmen bisnis alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi.
“Kami berharap grup akan mencapai kinerja tahunan yang baik, meskipun persaingan sengit di pasar mobil serta pelemahan harga minyak sawit masih tetap diwaspadai," kata Presiden Direktur PT Astra International Tbk Prijono Sugiarto melalui siaran pers yang dikutip Senin (29/10/2018).
Peningkatan laba bersih pada Januari-September 2018 itu didukung penambahan kontribusi segmen bisnis alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi, segmen jasa keuangan, dan segmen otomotif yang melebihi penurunan kontribusi segmen agribisnis. Bisnis-bisnis berbasis komoditas Grup Astra, aktivitas ekspor, serta peningkatan keuntungan selisih nilai tukar mengimbangi dampak pelemahan rupiah terhadap dollar AS selama periode tersebut.
Laba bersih dari segmen alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi meningkat 60 persen menjadi Rp 5,4 triliun.
PT United Tractors Tbk, yang 59,5 persen sahamnya dimiliki perseroan, melaporkan peningkatan laba bersih 61 persen menjadi Rp 9,1 triliun. Peningkatan laba bersih ini terutama disebabkan peningkatan kinerja bisnis mesin konstruksi, kontraktor penambangan, dan pertambangan yang seluruhnya diuntungkan peningkatan harga batubara.
Sementara, laba bersih segmen agribisnis turun 18 persen menjadi Rp 896 miliar. PT Astra Agro Lestari Tbk, yang 79,7 persen sahamnya dimiliki Perseroan, melaporkan penurunan laba bersih 18 persen menjadi Rp 1,1 triliun. Penurunan ini terutama disebabkan pelemahan harga rata-rata minyak sawit. Kenaikan volume penjualan minyak sawit dan produk turunannya sebesar 23 persen menjadi 1,6 juta ton belum dapat mengimbangi penurunan tersebut.
Laba bersih dari bisnis otomotif meningkat 7 persen menjadi Rp 7 triliun, yang terutama disebabkan peningkatan penjualan sepeda motor.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (Aisi) Johannes Loman kepada Kompas di Jakarta, akhir pekan lalu, menyampaikan, kinerja penjualan sepeda motor sangat sensitif dengan kondisi ekonomi. Dia mencontohkan, total penjualan sepeda motor di Indonesia pada 2011 pernah mencapai angka 8 juta unit. Namunm penjualan menurun seiring penurunan harga komoditas. (CAS/MHD)