JAKARTA, KOMPAS - PT Perusahaan Listrik Negara merugi Rp 17 triliun pada kuartal III tahun 2018 terutama akibat selisih kurs. Selisih kurs tersebut terjadi akibat pelemahan nilai tukar rupiah.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka Selasa (30/10/2018) di Jakarta mengatakan, selain peningkatan biaya operasional, selisih nilai kurs membuat bunga utang luar negeri ikut meningkat.
“Berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan hanya untuk keperluan pelaporan keuangan, pinjaman valuta asing harus diterjemahkan ke dalam mata uang rupiah sehingga pembukuan mencatat selisih kurs Rp 17 triliun,” tuturnya.
PLN kini melakukan reprofiling atas pinjaman sehingga mendapatkan pinjaman baru dengan tingkat bunga yang cukup rendah dan jatuh tempo lebih panjang.
Made melanjutkan, sejak Januari 2015 hingga September 2018, PLN telah menanamkan dana untuk investasi sebesar Rp 248 triliun sejalan dengan kemajuan program 35.000 MW milik pemerintah.
Pada saat yang bersamaan, terjadi peningkatan jumlah pinjaman Rp 148 triliun (60 persen) dari total investasi. Secara keseluruhan, kekuatan dana internal PLN masih memadai, yaitu sekitar 40 persen atau Rp 100 triliun dari seluruh kebutuhan investasi tersebut.
Menurut Made, jika selisih kurs tidak diperhitungkan, maka PLN akan mencatat laba sebesar Rp 9,6 triliun dibandingkan dari Rp 8,5 triliun pada periode yang sama tahun 2017, atau naik 13,3 persen.
Menurut Made, kenaikan laba tersebut juga ditopang oleh kebijakan pemerintah menetapkan domestic market obligation (DMO) harga batubara sehingga kenaikan harga komoditas batubara internasional tidak berdampak signifikan terhadap beban operasi perusahaan.
Selain itu, nilai penjualan tenaga listrik naik Rp 194,4 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp181,8 triliun (naik 6,93 persen). Perusahaan terus mempertahankan tarif listrik tidak naik guna menjaga daya beli masyarakat dan daya industri.
Made melanjutkan, jumlah pelanggan pada triwulan III/2018 telah mencapai 70,6 juta atau bertambah 2,5 juta pelanggan dari akhir tahun 2017. Dengan demikian, rasio elektrifikasi nasional naik dari 95,07 persen menjadi 98,05 persen pada 30 September 2018.