Manfaatkan Perang Dagang
JAKARTA, KOMPAS – Perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang kerap jadi kambing hitam atas tekanan ekonomi global, dapat memperderas arus modal jangka panjang seperti modal asing langsung. Syaratnya pemangku kepentingan investasi mampu mengidentifikasi dan mengakomodasi kebutuhan industri kedua negara.
Hal tersebut terkuak dalam Finance and Investment Talks bertema “Indonesia Ramah Investasi: Menggali Sumber Pendanaan” di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta (30/10/2018).
Diskusi dipimpin oleh wartawan senior harian Kompas Andreas Maryoto sebagai moderator, dengan pembicara Chief Economist BCA David Sumual, Direktur Utama Bahana Securities Feb Sumandar, Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius, dan Wali Kota Semarang Hendar Prihadi.
David mengatakan perang dagang antara AS dan China berpotensi berlangsung hingga 2024. Artinya, akan terjadi perubahan rantai pasok global di sejumlah sektor industri. Sebagai langkah antisipasi, pemerintah perlu segera memetakan industri AS yang akan merelokasi investasi mereka dari China, begitu pula sebaliknya.
“Sejumlah perusahaan elektronik dan manufaktur AS sudah melakukan relokasi dari China ke Asia Tenggara. Sayangnya mereka lebih memilih Thailand, Vietnam, dan Malaysia, ketimbang Indonesia,” ujarnya.
Paket investasi yang ditawarkan kepada industri-industri yang berpotensi melakukan relokasi juga harus dibuat semenarik mungkin, sesuai dengan hasil identifikasi kebutuhan usaha mereka. David mencontohkan, selain mendapatkan sumber daya manusia berkualitas, industri AS yang beroperasi di China juga mendapatkan harga sewa lahan yang murah.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal nilai investasi asing langsung yang masuk ke Indonesia pada semester I-2018 mencapai 15,27 miliar dollar AS atau setara Rp 204, 6 triliun. Dari jumlah tersebut yang masuk ke sektor property mencapai 2,84 miliar dollar AS atau 18,6 persen dari total investasi asing langsung.
Namun, David mengingatkan agar pemerintah selektif dalam menawarkan paket investasi mereka. “Industri yang diproyeksikan merelokasi operasional mereka ke Indonesia harus berorientasi ekspor untuk memperkecil defisit transaksi berjalan,” ujarnya.
Kebijakan menarik investasi secara langsung juga harus dibarengi dengan transfer teknologi serta penguatan kualitas sumber daya manusia. Tanpa adanya transfer teknologi, operasional perusahaan asing di Indonesia akan membebani devisa untuk membayar bunga utang dan deviden.
Pada triwulan II-2018, defisit transaksi berjalan Indonesia sebesar 8 miliar dollar AS atau 3,04 persen produk domestik bruto (PDB). Sementara transaksi modal dan finansial pada triwulan II-2018 hanya setengahnya, yakni 4 miliar dollar AS.
Merespon hal itu, Hendar Prihadi menegaskan akan segera melakukan identifikasi terhadap kebutuhan industri yang berpotensi melakukan relokasi ke daerah. Pihaknya akan menyesuaikan kebutuhan dari industri dengan potensi wilayah dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Kota Semarang
Sementara untuk memperdalam likuiditas pasar portofolio, Hendar Prihadi mengatakan pemerintah Kota Semarang memiliki opsi untuk mengeluarakan obligasi daerah, bahkan melantai di Bursa Efek Indonesia lewat Badan Usaha Milik Daerah.
“Kami memperhitungkan semua potensi sumber pendanaan untuk pembangunan. Namun untuk saat ini kami baru memilih skema KPBU (kerjasama antara pemerintah dan badan usaha) untuk membangun sejumlah infrastruktur,” ujarnya.
Pasar modal
Sepanjang tahun berjalan ini, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan bergerak minus 8,48 persen. Namun, Direktur Utama Bahana Sekuritas Feb Sumandar tidak melihat hal ini sebagai alasan investor meninggalkan instrument investasi pasar modal.
Untuk menghindari kerugian, investor perlu tahu lebih dalam mengenai fundamental perusahaan. Selama ini, kegagalan dalam berinvestasi sering kali terjadi karena kurangnya pemahaman dari masyarakat terkait investasi itu sendiri.
“Investor harus memahami ekonomi makro untuk melihat faktor eksternal yang berimbas pada indeks. Saat ini, ekonomi makro dipengaruhi oleh kebijakan Amerika Serikat. Tapi bila investor teredukasi, potensi keuntungan berinvestasi selalu ada,” ujarnya.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, pertumbuhan investor pada tahun 2018 tumbuh 30 persen menjadi 800.000 investor dari 620.000 investor tahun lalu. Adapun penggalangan dana yang dihimpun BEI hingga 29 Oktober 2018 mencapai Rp 690,4 triliun, masih dibawah capaian sepanjang 2017 lalu yakni Rp 811,9 triliun.
Direktur Utama PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius menyatakan untuk memperdalam likuiditas pasar modal, emiten juga harus punya komitmen transparansi dalam kinerja. Pasalnya, para pemangku kepentingan perusahaan terbuka bukan hanya para pendiri perusahaan namun juga para pemegang saham lainnya.
“Emiten harus ingat bahwa sekali go public tetap go public. Artinya perusahaan tetap harus transparan selain dalam kinerja, juga dalam menjalankan aksi korporasi,” ujarnya.
Pihaknya kini tengah menjajaki pasar di Asia Tenggara dengan rencana membangun pabrik di Myanmar. Untuk rencana ekspansi tersebut, Kalbe Farma menyuapkan dana hingga 20 juta dollar AS. Pembangunan pabrik baru ini diharapkan rampung dalam dua tahun ke depan.