Patin RI ke Timur Tengah
JAKARTA, KOMPAS--Indonesia memasuki pasar ekspor ikan patin ke Timur Tengah. Nilai ekspor patin diperkirakan mencapai 5 juta dollar AS per tahun.
Dengan nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Rabu (31/10/2018), nilai ekspor itu setara dengan Rp 76,135 miliar.
Ketua bidang Budidaya Patin Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI) Imza Hermawan, dari Dubai, Uni Emirat Arab, menyampaikan, minat ekspor itu terungkap dalam pertemuan bisnis dengan importir dari Timur Tengah. Produk patin ekspor asal Indonesia berlabel “Indonesian Pangasius-The Better Choice” rencananya diekspor ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Komoditas patin yang diunggulkan untuk ekspor antara lain berupa irisan daging (fillet) dan steak patin. Diperkirakan, patin mulai diekspor ke Arab Saudi pada akhir tahun ini.
“Untuk mewujudkannya diperlukan kerja keras pelaku usaha patin,” ujar Imza.
Menurut Imza, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi dipilih untuk mengawali bisnis ekspor ikan patin Indonesia karena potensinya sebagai gerbang masuk ke pasar Timur Tengah. Selama ini, pemasaran produk patin masih sebatas di dalam negeri. Produk patin yang mendominasi pasar domestik berupa irisan patin yang banyak dipasarkan dan digunakan di supermarket, restoran, katering, dan hotel.
Ia menambahkan, industri ikan patin Indonesia tumbuh pesat dalam 10 tahun terakhir, yakni dari 33.000 ton pada 2006 menjadi 437.000 ton pada 2016. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu produsen ikan patin terbesar di dunia.
Ketua APCI Suhadi, mengemukakan, permintaan ikan terus meningkat dari negara-negara Timur Tengah untuk memenuhi kebutuhan ikan pada kegiatan ibadah haji dan umroh. Produk patin Indonesia dinilai lebih unggul, antara lain karena dikembangkan dengan probiotik, bukan dengan antibiotik. Selain itu, patin di Indonesia dibudidayakan di kolam dengan air tanah yang bersih dan kepadatan yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.
Sertifikasi
Secara terpisah, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto, mengemukakan, ekspor patin akan mendorong gairah pembudidaya dan mendorong produksi nasional. Namun, produk patin yang diekspor diharapkan memenuhi sejumlah standar internasional agar bisa berdaya saing di pasar global. Oleh karena itu, pembudidaya diharapkan memenuhi sertifikasi produk.
“Saya melihat ekspor patin sebagai peluang dan prospek yang sangat bagus. Kami akan dorong terus dari ketersediaan bahan baku yang berkualitas sesuai standar,” ujarnya.
Beberapa kriteria patin yang akan diekspor antara lain bobot minimal 700 gram, bebas antibiotik dan obat kimia lainnya, berasal dari tambak tersertifikat, dan mengantongi sertifikasi asal-usul (HACCP) dan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP). Selain itu, warna daging putih natural, tidak berbau lumpur, dan kandungan airnya kurang dari 20 persen.
Saat ini, sertifikasi kelayakan produk menjadi salah satu syarat utama pasar ekspor. Meski demikian, jumlah sertifikasi produk patin yang sudah diterbitkan baru 122 unit dari 400 pembudidaya patin dan 6 perusahaan pengolahan produk-produk ikan patin.
Data elektronik
Pemerintah berkomitmen meningkatkan aspek ketelusuran produk melalui pendataan berbasis elektronik untuk menunjang perikanan berkelanjutan. Namun, komitmen itu perlu disertai penegakan aturan yang ketat agar dapat berjalan efektif.
Dalam Konferensi Kelautan, Our Ocean Conference 2018, pemerintah berkomitmen menyediakan dana 442.863 dollar AS untuk menerapkan sistem buku harian kapal berbasis elektronik atau e-logbook.
Di hadapan delegasi-delegasi negara peserta konferensi, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulficar Mochtar menyatakan, e-logbook ini bertujuan memperkuat aspek ketelusuran dalam menunjang prinsip perikanan berkelanjutan.
Menurut Zulficar, data harus akurat karena menjadi dasar kebijakan. Program ini akan diterapkan pada 3.887 kapal tangkap ikan berkapasitas di atas 30 gross ton (GT) yang beroperasi di 11 wilayah penangkapan perikanan nasional dan laut lepas.
Ditargetkan, penerapannya dapat dimulai pada akhir 2018. Pada tahun berikutnya, sistem ini akan diterapkan pada 10.984 kapal berkapasitas 10-30 GT.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim berpendapat, pendataan perikanan perlu dibarengi dengan penegakan aturan atau hukum. "Pencatatan dan pendataan perikanan itu penting dalam perumusan kebijakan secara periodik," ujarnya saat dihubungi, Rabu (31/10/2018). (LKT/JUD)