JAKARTA, KOMPAS — Laporan Bank Dunia tentang Kemudahan Usaha 2019 menempatkan Indonesia di peringkat ke-73 dari 190 negara, menurun satu peringkat dibandingkan dengan Kemudahan Usaha 2018. Reformasi kebijakan kemudahan usaha di Indonesia relatif masih rendah dan perlu ditingkatkan.
Ada 10 urusan atau area yang diukur Bank Dunia. Area itu meliputi proses memulai usaha, izin mendirikan bangunan (IMB), akses listrik, pendaftaran properti, akses kredit, perlindungan investor minoritas, ekspor-impor, pembayaran pajak, penegakan kontrak, dan penyelesaian kepailitan. Pada Kemudahan Usaha 2019, peringkat seluruh area meningkat dari 2017 kecuali pembayaran pajak dan ekspor-impor.
Analis Bank Dunia, Erick Tjong, Kamis (1/11/2018), mengatakan, ada banyak aspek dan tingkatan yang mesti diperbarui pemerintah untuk mendorong kemudahan berusaha di Indonesia. Hal itu misalnya mempercepat izin mendirikan bangunan yang saat ini butuh waktu 6 bulan atau di atas rata-rata regional hanya 2,5 bulan. Kondisi itu menyebabkan ongkos produksi perusahaan membengkak.
”Biaya yang harus dikeluarkan pengusaha bisa dua kali lipat dibandingkan rata-rata regional,” kata Erick dalam telekonferensi dari Kantor Bank Dunia di Malaysia, Kamis (1/11/2018).
Dalam satu tahun terakhir, Indonesia merealisasikan tiga agenda reformasi kemudahan usaha dalam urusan memulai usaha, akses kredit, dan pendaftaran properti. Realisasi agenda reformasi di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan China dengan 7 reformasi, Malaysia 6 reformasi, dan Thailand 4 reformasi. Sementara Brunei Darussalam, Filipina, dan Papua Niugini masing-masing 3 agenda reformasi.
Pada 2018, Indonesia mempermudah urusan untuk memulai berusaha dengan menggabungkan pendaftaran beberapa jaminan sosial yang berbeda dan mengurangi biaya notaris di Jakarta dan Surabaya. Waktu pengurusan untuk memulai sebuah usaha berkurang tiga hari menjadi 20 hari. Selain itu, biaya untuk memulai usaha turun dari 10,9 persen pendapatan per kapita menjadi 6,1 persen pendapatan per kapita.
Indonesia juga memiliki kinerja yang baik di bidang penyelesaian kepailitan dengan tingkat pemulihan sebesar 65 sen per dollar AS atau hampir dua kali lipat rata-rata regional sebesar 35,5 sen per dollar AS. Di bidang penyelesaian kepailitan, Indonesia menempati peringkat ke-36. Namun, perbaikan masih harus dilakukan pada remunerasi pengurus kepailitan dan perlindungan bagi kreditor.
Bank Dunia berpendapat, Indonesia dapat melakukan reformasi di luar 10 urusan yang menjadi indikator peringkat Kemudahan Usaha. Hal itu misalnya dengan menghilangkan batas kepemilikan saham asing, mengurangi tarif bea impor, dan mengurangi hambatan untuk pekerja asing yang berketerampilan tinggi atau khusus.
Menurut perhitungan tim Bank Dunia Indonesia, kebijakan menghilangkan batas kepemilikan saham asing akan menambah investasi asing dan domestik masing-masing 4 miliar dollar AS dan 2 miliar dollar AS.