Mapan dengan Senapan
“Senapan angin kami buatan tangan,” kata Ridwan Kamaludin sambil memegang produknya di stan Ebony Gun’s saat Jatim Fair ke-9, Rabu (10/10/2018), di Grand City, Surabaya, Jawa Timur. Sambil bercerita, dia meletuskan bedil laras panjang bergagang kayu itu. Dor!
Suara tadi mengagetkan penunggu stan pameran di sisi kiri, kanan, dan depan Ebony Gun\'s yang kemudian menjerit. “Suaranya bagus, kan?” kata Ridwan, sambil tersenyum sambil meletuskan senapan angin itu sekali lagi, dan kembali membuat orang terkejut.
Stan itu memampang hampir 20 senapan angin produksi Ebony Gun’s, usaha yang dirintis oleh Ridwan sejak 1995. Toko dan galeri miliknya berada di Jalan Letjend Sutoyo, Tertek, Pare, Kediri, Jawa Timur.
Eksklusif, buatan tangan, otentik, dan tiada duanya menjadi jargon andalan Ridwan menjalankan usaha pembuatan senapan angin bersama delapan mitra perajin di Kediri. Kerangka dan laras terbuat dari kuningan yang tahan karat dan dilapisi timah lalu krom hitam (bronir). Popor atau gagang dari kayu; eboni, mahoni, jati, atau sonokeling yang bisa diukir atau dilukis sesuai pesanan.
Jenis pun bisa disesuaikan keinginan konsumen. Pistol atau beceng, senapan atau bedil gaya militer, atau klasik. Ada senapan pegas, senapan geljuk, senapan tabung gas, senapan uklik, PCP, dan air power.
“Seluruh senapan angin dan pistol angin produksi kami berukuran 4,5 milimeter atau kaliber 177 untuk koleksi, olah raga, atau disarankan sekadar berburu hama,” kata Ridwan yang akan lebih senang jika produksinya untuk kepentingan olah raga menembak.
Krisis
Ketertarikan pada alat tembak bermula dari sakit hati terhadap ayahanda. Semasa menempuh pendidikan SLTA, Ridwan yang kelahiran Kediri, 10 April 1971, itu dilarang bermain dengan senapan angin. Padahal, ayahnya gandrung memakai senapan angin untuk berburu. “Sesekali boleh main senapan angin, tetapi harus ditunggui, ya enggak asyik,” ujarnya mengenang.
Kekangan dari ayah menumbuhkan tekad Ridwan untuk membuat atau membeli sendiri senapan angin jika sudah bekerja. Pada 1991, di Ibu Kota (Jakarta), Ridwan bekerja sebagai programer. Gaji-gaji awal dikumpulkan dan membeli senapan klasik merek Benjamin Franklin buatan Amerika Serikat. Bedil itu kemudian diteliti, bongkar pasang berkali-kali, sampai Ridwan paham cara membuatnya.
Mulai 1995, Ridwan mencoba membuat senapan dan pistol. Krisis ekonomi pada 1997 memaksanya kembali ke kampung halaman, tetapi tidak menyurutkan niat untuk memproduksi alat tembak. “Kebahagiaan saya saat konsumen puas dan gembira dengan produk buatan kami,” ujarnya.
Pada 2000, Ebony Gun’s, menurut Ridwan, telah mendapat izin dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta Mabes Polri dengan status sebagai industri skala rumah tangga atau usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Ridwan sengaja tidak menjual ke toko-toko senapan dan pistol untuk menekan kemungkinan produknya dijiplak. Ebony Gun’s hanya memproduksi sesuai pesanan, bahkan dengan tuntutan spesial, tetapi kaliber tetap 177. Produksi industri ini kemudian diberi semacam surat keterangan bahwa produk merupakan buatan Ebony Gun’s dan kategori kaliber 177. Jika kemudian senapan atau pistol dimodifikasi dan disalahgunakan, Ridwan tidak bertanggungjawab.
Ridwan mengklaim produknya beda dengan perajin lain di Indonesia. Dia dan mitranya berkiblat pada produksi serupa di mancanegara. Mereka tidak berkiblat pada produk pabrikan yang dibuat massal. Oleh karena itu, setiap perajin punya tugas spesifik. Ada yang khusus membuat rangka atau laras, pegangan, penggambaran atau pengukiran, dan pengecatan. “Penyempurnaan dan pengujian daya ledak, akurasi tembakan, dan pengisian angin ditangani oleh saya sendiri,” katanya.
Proses pembuatan senapan dan pistol rata-rata sepekan. Waktu yang dihabiskan untuk satu produk atau lebih relatif sama. Sebab, satu proses dengan lainnya harus saling menunggu. Ebony Gun’s rata-rata memproduksi 30 pucuk senapan dan pistol per bulan seharga Rp 1-5 juta per buah.
Pemesan bisa memilih pompa atau tabung angin untuk ditempatkan di bagian bawah, samping, atau di ujung laras. Tabung udara yang dimampatkan bisa membuat senapan atau pistol meletus 30-100 kali. Pelurunya dari timah atau gotri. “Pemasaran atau promosi dari mulut ke mulut, pameran, internet, dan media sosial,” kata Ridwan yang mengaku omzetnya bisa menembus Rp 30 juta per bulan.
Apresiasi
Dari pameran dan kontak lewat internet, Ebony Gun’s mendapat konsumen dari mancanegara atau pegawai korps diplomatik yang bertugas di Indonesia. Mereka antara lain dari Jerman, Belanda, Inggris, Rusia, Jepang, dan Amerika Serikat.
Menurut Ridwan, pembeli mancanegara sedikit ‘aneh’, tetapi amat menghargai produk terutama buatan tangan. “Ada diplomat Jerman, beli senapan saya harga Rp 3 juta, tetapi kemudian saya dikasih senapan buatan sana yang setelah saya cek harganya Rp 15 juta,” ujarnya.
Ada juga konsumen dalam negeri, seorang mantan pejabat tinggi sebuah BUMN, puas dengan senapan buatan Ridwan yang bisa menembak berkali-kali dan mampu mengusir orang yang hendak merampok kediaman. "Senapan saya dibeli dan saya dikasih mobil Mazda," ujarnya.