Keluhan Layanan Tekfin Bermunculan
JAKARTA, KOMPAS — Praktik layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi masih bermasalah. Keluhan masyarakat menyangkut penagihan tidak beretika dan tiadanya transparansi ketentuan terus bermunculan.
Sejak 2016 hingga sekarang, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menerima sepuluh pengaduan masalah layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (tekfin). Sepuluh pengaduan ini melibatkan 283 korban yang mayoritas berasal dari kelas ekonomi menengah bawah di sejumlah wilayah Indonesia.
Pengacara publik LBH Jakarta, Jeanny Silvia Sari, mengatakan, pihaknya telah mengelompokkan pengaduan ke dalam delapan jenis masalah. Sebagai contoh, penagihan menyasar ke konsumen beserta relasinya yang terdapat di nomor kontak ponsel, penagihan tak beretika dan tak kenal waktu, penjelasan bunga tidak transparan, serta aplikasi berganti nama tanpa pemberitahuan.
”Aplikasi pinjaman yang diadukan kepada kami sudah termasuk terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Jadi, pelayanan pinjaman tidak melulu berasal dari aplikasi yang belum terdaftar di otoritas. Para korban tersebut telah berusaha melaporkan masalahnya ke otoritas, tetapi belum ada penanganan signifikan,” ujarnya di sela-sela konferensi pers, Minggu (4/11/2018), di Jakarta.
Buka pos pengaduan
Jeanny mengatakan, LBH Jakarta membuka pos pengaduan pinjaman daring melalui bantuanhukum.or.id agar semakin memudahkan warga melapor. Meski begitu, pos ini hanya dibuka dari tanggal 4 November sampai 25 November 2018. Alasannya, LBH Jakarta akan mengelompokkan setiap masalah ke dalam kajian hukum pidana ataupun perdata. Setelah itu, LBH Jakarta bakal merumuskan keputusan pendampingan kepada korban dan rekomendasi kepada regulator.
Aplikasi pinjaman yang diadukan kepada kami sudah termasuk terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam kesempatan konferensi pers itu hadir tiga korban, yakni V, S, dan L. Ketiganya adalah perempuan, karyawan, kelas ekonomi menengah-bawah, dan tinggal di Jakarta. Masing-masing mengakui awal mula menggunakan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi karena tergiur kemudahan. Mereka hanya membutuhkan perangkat ponsel pintar serta hanya diwajibkan menyetor identitas berupa kartu tanda penduduk dan kartu keluarga.
V menceritakan dirinya meminjam sebesar Rp 500.000 dengan tenor Rp 14 hari. Dana itu dipakai untuk tambahan kebutuhan darurat. Namun, dia tidak sanggup melunasi pinjaman dalam kurun waktu 14 hari. Pihak petugas penarik tagihan bersikap semena-semena. Dia juga mengakui kerap menerima ancaman pelecehan seksual dari petugas.
Lain lagi dengan kisah S. S memakai dana pinjaman untuk tambahan biaya berobat. Karena gagal bayar, petugas penagih menghubungi semua orang yang nomor kontaknya ada di data ponsel pintar S. Petugas juga mengintimidasi atasan yang berujung pemecatan kepada S.
Pada 13 September 2018, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia melalui siaran pers mengungkapkan, pihaknya telah menerima lebih dari 100 pengaduan konsumen korban layanan teknologi finansial bidang peminjaman. Pengaduan mencakup masalah teror penagihan, denda harian, dan bunga ataupun komisi yang tinggi.
Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, YLKI mendesak OJK agar segera menutup atau memblokir perusahaan teknologi finansial bidang peminjaman yang terbukti melakukan pelanggaran hak-hak konsumen, baik secara perdata maupun pidana. YLKI juga mengimbau konsumen agar konsumen membaca secara cermat dan teliti segala persyaratan. Permasalahan bisa bermula dari ketidaktahuan.
OJK telah merilis daftar nama penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi, baik berstatus terdaftar maupun berizin, per Oktober 2018. https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Penyelenggara-Fintech-Terdaftar-di-OJK-per-Oktober-2018.aspx
Potensi besar
Layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi kategori kredit tunai (cash loan) memiliki peluang pasar cukup besar. Beberapa penyedia layanan yang terdaftar di OJK pun mengakuinya.
Sebagai gambaran, Kredit Pintar yang mengantongi surat terdaftar dari OJK per April 2018. Vice President Business Development PT Kredit Pintar Indonesia Boan Sianipar mengatakan, Kredit Pintar menawarkan pinjaman dana tunai secara cepat, hanya hitungan jam, tanpa uang jaminan, dan mengandalkan data pribadi dari pengguna yang tersimpan di ponsel pintar.
Kredit Pintar menawarkan pinjaman mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 2 juta dengan tenor 14 hari sampai 90 hari. Dengan segmen peminjam kelas ekonomi menengah bawah, produk yang paling diminati adalah pinjaman senilai Rp 500.000-Rp 1 juta. Ketika warga meminjam Rp 500.000, maka dia harus membayar pelunasan Rp 605.000. Sementara saat meminjam Rp 1 juta, maka warga membayar Rp 1.280.000.
Sejak April 2018 hingga sekarang, Boan menyebut perusahaannya telah menyalurkan sekitar Rp 800 miliar kepada 500.000 orang. Sebanyak 63,6 persen dana pinjaman dipakai untuk konsumsi, termasuk tambahan biaya liburan dan kesehatan. Kemudian, 17,7 persen dana diperuntukkan sebagai modal kerja usaha mikro, 8,4 persen pendukung biaya pendidikan, dan 6,3 persen membantu pengeluaran harian. Pengguna terbesar berasal dari Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur.
Baca juga: https://kompas.id/baca/ekonomi/2018/03/15/model-bisnis-baru-jadi-tantangan-2/
Pemain sejenis sudah lebih dahulu beroperasi juga memiliki cerita sama. Sebutlah UangTeman yang telah berdiri sejak 2015. Co-Founder dan CEO UangTeman Aidil Zulkifli menyebutkan, hingga triwulan III-2018, UangTeman telah membantu penyaluran pinjaman ke lebih dari 60.000 akun nasabah dengan total nilai melebihi Rp 300 miliar. Nasabah tersebut tersebar di 18 kabupaten/kota dengan latar belakang kelas menengah ke bawah.
Berdasarkan portofolio pinjaman, lebih dari 30 persen dipakai untuk pengembangan usaha mikro, 25 persen untuk keperluan darurat biaya pendidikan, 20 persen kebutuhan darurat biaya kesehatan, dan 25 persen konsumsi. Gambaran portofolio tersebut terjadi di hampir seluruh lokasi operasional.
Managing Director Amar Bank (pengelola layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi merek Tunaiku) Vishal Tulsian menceritakan, Tunaiku telah berdiri sejak 2014. Dana pinjaman yang ditawarkan mulai dari Rp 2 juta hingga Rp 20 juta. Pada awal semester II-2018, Tunaiku telah berhasil menggaet 100.000 nasabah.
Dia mengurutkan pemakaian terbesar pinjaman yaitu membantu biaya perbaikan rumah, lalu pendidikan, berobat ke rumah sakit, dan terakhir modal usaha mikro. Gambaran penggunaan tersebut dia klaim telah berlangsung sejak tahun awal Tunaiku beroperasi.
Pedoman perilaku
Ketua Bidang Peer-To-Peer Lending Cash Loan Asosiasi Fintech Indonesia Sunu Widyatmoko mengatakan, asosiasi telah mengeluarkan pedoman kode perilaku bagi semua anggota. Pedoman ini diharapkan menjadi fondasi dasar dalam mendistribusikan layanan.
Pedoman perilaku terdiri atas tiga prinsip dasar. Pertama, prinsip transparansi produk dan metode penawaran. Kedua, pencegahan pinjaman berlebih. Terakhir, prinsip itikad baik terkait penawaran ataupun penagihan.
Sebelumnya, Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Tekfin OJK Hendrikus Passagi mengatakan, OJK menekankan setiap penyelenggara harus memberikan perhatian lebih pada arah perkembangan industri tekfin peminjaman yang sehat dan bermanfaat.
OJK selalu rutin menyampaikan kepada publik daftar penyedia layanan terdaftar ataupun berizin melalui laman OJK. Apabila penyelenggara legal atau yang telah resmi terdaftar/berizin terbuka menjalankan praktik pinjaman yang secara keseluruhan menyerupai aktivitas lintah darat kredit daring, mereka bisa menerima sanksi. Wujudnya adalah pembatalan status terdaftar atau berizin.